MEDAN - Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) triwulan IV tahun 2023 dinilai tetap terjaga di tengah risiko perlambatan ekonomi dunia dan ketidakpastian pasar keuangan global. Hal ini didukung kondisi perekonomian dan sistem keuangan domestik yang resilien, serta koordinasi dan sinergi dari komponen Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terus diperkuat. Hal ini diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam paparan Hasil Rapat Berkala KSSK I 2024 yang dihadiri Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warniyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa dan berlangsung live (langsung) di YouTube, Selasa (30/1/2024).
 
"Dengan perkembangan tersebut, kondisi perekonomian dan sistem keuangan domestik secara keseluruhan tahun 2023 terjaga baik dan mampu mendukung pemulihan dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan," sebut Sri Mulyani yang juga Ketua KSSK. 
 
Dalam Rapat Berkala KSSK I - 2024 yang digelar 29 Januari, pihaknya berkomitmen untuk terus memperkuat koordinasi dan sinergi, serta meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko perlambatan ekonomi dan berlanjutnya ketidakpastian global di tahun 2024, termasuk rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik.
 
Tak hanya itu saja, Sri Mulyani juga menjelaskan, pertumbuhan ekonomi dunia melambat dengan ketidakpastian pasar keuangan yang mereda di tengah divergensi antarnegara yang semakin melebar. 
 
"World Bank dalam Global Economic Prospect Januari 2024 memprakirakan pertumbuhan ekonomi global melambat dari sebelumnya 3,0% di tahun 2022 ke 2,6% yoy di tahun 2023 dan kembali menurun menjadi 2,4% yoy di tahun 2024," katanya.
 
Sambung Sri Mulyani, ekonomi Amerika Serikat (AS) juga tumbuh cukup kuat di tahun 2023, namun meningkatnya tekanan fiskal, khususnya beban pembayaran bunga utang serta rasio utang pemerintah menjadi risiko utama ke depan. Sementara itu, ekonomi Eropa masih lemah dan ekonomi Tiongkok cenderung melambat akibat berlanjutnya krisis sektor properti serta tekanan utang pada pemerintah provinsi. 
 
"Di sisi lain, tren penurunan inflasi global berlanjut, terutama di AS, sehingga menahan tekanan kenaikan suku bunga acuan The Fed serta yield US Treasury. Capital inflow ke EMs kembali meningkat di akhir tahun 2023, termasuk ke Indonesia. Memasuki tahun 2024, berbagai risiko global perlu dicermati, seperti pelemahan ekonomi di sejumlah negara utama, meningkatnya tensi geopolitik dan fragmentasi global, serta meningkatnya tekanan fiskal di banyak negara," sebutnya.