MEDAN - Kasus HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome) di Sumatera Utara (Sumut) menunjukkan peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Sumut, kasus HIV kumulatif (1992 - Oktober 2023) tercatat mencapai 25.665 kasus. "Untuk kasus baru pada periode Januari - Oktober 2023 sebanyak 2.928 orang di Sumut yang HIV serta jumlah ODHIV (Orang Dengan HIV) yang sedang minum obat sebanyak 8.885 orang," kata Penjabat (Pj) Gubernur Sumut, Hassanudin diwakili Dokter Yulinda Elfi Nasution dalam Seminar Kesehatan Hari Aids Sedunia Kenal, Cegah dan Stop Stigma pada ODHIV (Orang Dengan HIV) yang diadakan Forum Wartawan Kesehatan (Forwakes) Sumut di RS Universitas Sumatera Utara, Sabtu (16/12).

Dia mengatakan keberhasilan pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS sangat ditentukan oleh kerjasama seluruh jajaran lintas sektor. Sasaran pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS di Indonesia adalah mencapai 3 Zeroes yaitu tidak adalagi kasus HIV tidak adalagi kematian terkait AIDS dan tidak adalagi stigma dan diskriminasi terhadap Orang Dengan HIV menuju ending AIDS Tahun 2030.

"Hari AIDS sedunia setiap tahunnya diperingati setiap 1 Desember 2023. Kita mengajak segenap pemangku kepentingan dan lapisan masyarakat untuk semakin memperkuat komitmen peran serta dan dukungan dalam mencegah dan mengendalikan HIV/AIDS guna mencapai ending AIDS tahun 2030," jelasnya.

Seminar tersebut menghadirkan empat pemateri yakni dr M Irfan Lubis selaku Tim HIV RSP CPL USU/DPJP Penyakit Dalam; Novita Saragih selaku Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Sumut; Eban Totonta Kaban selaku Pembina Yayasan Medan Plus; dr Pebri Warita selaku Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan RSP CPL USU; Walter selaku Ketua Komite Keperawatan/Konselor HIV/AIDS RSP CPL USU.

Seminar ini turut dihadiri Ketua IAKMI (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia) Sumut yang juga Pembina Forwakes Destanul Aulia, Direktur Utama RS USU yang diwakili dr Ivana, Kadis Kesehatan Medan diwakili Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) dr Pocut Fatimah Fitri, pengurus Forwakes Sumut, serta puluhan peserta dari mahasiswa/mahasiswi USU.

Dalam paparannya Tim HIV RSP CPL USU/DPJP Penyakit Dalam M Irfan Lubis mengatakan HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang dapat melemahkan kemampuan tubuh melawan infeksi dan penyakit. Sedangkan AIDS kondisi di mana HIV sudah pada tahap infeksi akhir.

"Kasus HIV meningkat karena lambatnya deteksi dini. Untuk mencegah penularan HIV/AIDS di antaranya tidak melakukan seks sebelum nikah, setia pada satu pasangan, gunakan kondom atau alat kontrasepsi lain saat berhubungan seks, hindari narkoba dan penggunaan alat suntik bekas, edukasi mengenai HIV," ujarnya.

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Sumut, Novita Saragih menyampaikan secara kumulatif hingga Oktober 2023, wilayah tertinggi ditemukan kasus HIV/AIDS yakni Kota Medan mencapai 15.331 kasus, Deliserdang 2.607 kasus, Karo 1.006 kasus, Pematang Siantar 898 kasus, Labuhanbatu 718 kasus dan Nias 576 kasus.

"Medan tertinggi ditemukan kasus HIV/AIDS karena penduduknya lebih banyak. Selain itu, peningkatan jumlah kasus HIV/AIDS karena orang orang sudah sadar untuk memeriksakan dirinya akhirnya tempat pelayanan kita juga bertambah banyak," urainya.

Pembina Yayasan Medan Plus Eban Totonta Kaban menambahkan pihaknya sudah mendampingi lebih dari 25 ribu orang yang terinfeksi HIV/AIDS. Dia berharap ke depannya ODHIV tak lagi mendapatkan stigma negatif dari masyarakat.

"Lebih dari 25 ribu orang yang kami dampingi dan sebagian besar duluan berangkat. Di awal awal HIV pengobatan belum terlalu bagus sehingga banyak teman teman yang terpapar HIV yang meninggalkan kita lebih dahulu," ungkapnya.

Menurutnya saat ini para pengidap HIV/AIDS masih kerap mendapatkan stigma negatif. Stigma negatif yang dialami pengidap HIV/AIDS tak hanya diperoleh dari keluarga sendiri, tapi juga dari masyarakat sekitar. Stigma buruk membuat ODHIV sering dikucilkan sehingga memperburuk kondisi kesehatannya.

"ODHIV kerap mendapatkan perlakuan tidak baik dari keluarga sendiri. Padahal keluarga harusnya menjadi support sistem. Bahkan seringkali ODHIV mengecap buruk dirinya sendiri. Dia tidak mau mengakses layanan kesehatan, tidak menghadiri pertemuan, mengisolasi diri. Stigma ini penghalang utama. Untuk mengubah stigma harus ada gerakan dari seluruh stakeholder," paparnya.

Sementara itu, Ketua Komite Keperawatan/Konselor HIV/AIDS RSP CPL USU, Walter menyebutkan masyarakat yang melakukan pemeriksaan di VCT (Voluntary Counseling and Testing) akan dijamin kerahasiaannya. Sebab prinsip VCT yakni rahasia, sukarela konseling dan persetujuan.

"Kecuali kalau itu terkait dengan hukum, mau tak mau harus dibuka. Ketika pasien melakukan pemeriksaan ternyata HIV, maka akan kita dampingi. Tujuan konseling ini mencegah penyebaran infeksinya kepada orang lain dengan melakukan pengobatan ARV hingga memberikan dukungan psikologis," terangnya.

Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan RSP CPL USU, Pebri Warita menyampaikan seorang ibu hamil yang terinfeksi HIV belum tentu melahirkan anak yang HIV pula. Sehingga pemahaman dan pendampingan harus diberikan kepada ibu hamil untuk memutus rantai penyebaran HIV.

"Tuhan menciptakan rahim itu dalam kondisi steril jadi virus HIV tidak bisa melewati trans plasenta. Jadi ibu yang HIV belum tentu melahirkan anak yang HIV. HIV ini tertular ke janin pada saat mekanisme persalinan. Dan itupun tidak serta merta 100 persen," tutupnya. 

Sebelumnya, Ketua Forwakes, Mahbubah Lubis turut mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah turut membantu dalam seminar kali ini, seperti RS USU, BPJS Kesehatan, IAKMI, PMI Medan, Dinas Kesehatan Sumut, RSUD dr Pirngadi Medan dan juga Ikatan Dokter Indonesia.