MEDAN - Tan Andyono, pengusaha PT Prima Jaya Lestari Utama (PJLU) melaporkan dugaan penggelapan objek fidusia berupa mesin pengolahan pabrik kelapa sawit dan tiga alat berat miliknya oleh BNI Medan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Laporan disampaikan secara online melalui Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia (OJK RI) Kantor Regional 5 Sumatera Bagian Utara pada akhir pekan barusan.

PT PJLU adalah perusahaan pengolahan kelapa sawit berlokasi di Desa Kampung Pajak, Kecamatan NA IX-C, Kabupaten Labuhan Batu Utara (Labura), Sumater Utara, tepatnya di Jalinsum Rantau Prapat - Aek Kanopan tersebut. Perusahaan ini merupakan debitur  yang mendapat pinjaman dari BNI Medan pada 2018 silam, dengan agunan berupa13 bidang tanah sehamparan berikut bangunan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PPKS) yang kemudian menjadi hak tanggungan beserta mesin produksi dan alat berat sebagai objek fidusia.

Menurut Tan Andyono, objek fidusia miliknya itu sesungguhnya masih merupakan jaminan utang di bank tersebut. "Saya telah meminta penjelasan dari pihak PT. Bank Negara Indonesia  (persero) Tbk, Remedial & Recovery Wilayah 1 Medan namun hingga saat ini belum mendapatkan  keterangan resmi dari bank tersebut," katanya, Senin (30/10/2023).

Karena itu, ungkap Tan Andyono, pihaknya selaku pemilik objek fidusia memohon Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia (OJK RI) Kantor Regional 5 Sumatera Bagian Utara dapat menjembatani untuk mempertanyakan aset-asetnya tersebut. "Dia menduga ada upaya penggelapan aset-aset miliknya tersebut oleh pihak BNI Medan," katanya.

Sebelumnya diberitakan Tan Andyono selaku pengusaha minyak sawit PT PJLU pada pertengahan 2018 mendapatkan pinjaman dari BNI Medan sebesar Rp54 miliar. Andyono mengagunkan 13 bidang tanah sehamparan berikut bangunan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PPKS) yang kemudian menjadi hak tanggungan beserta mesin produksi dan alat berat sebagai objek fidusia. Total nilai agunan atau jaminan utang itu sekira Rp97 miliar.

Namun saat PT PJLU menghadapi masalah keuangan di masa pandemi Covid-19 sehingga menjadi debitur kredit macet, BNI melelang 13 aset hak tanggungan tersebut melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kisaran dengan harga limit cuma Rp40 miliar, tetapi tidak diketahui keberadaan jaminan berupa objek fidusia. Soalnya, pada pengumuman lelang disebutkan bahwa yang dilelang cuma 13 aset hak tanggungan. Padahal mesin produksi dan alat berat itu saja menurut Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) independen nilainya Rp60 miliar, sehingga BNI Medan diduga melakukan penggelapan terhadap jaminan objek fidusia debitur PT PJLU.

"Saya menduga objek fidusia milik saya itu belum dilelang bahkan tidak boleh dilelang tanpa alasan yang jelas, tapi aset saya itu diduga sudah dikuasai oleh pihak ketiga saat ini," jelas Tan Andyono.
Lagi pula, kata Tan Andyono, pihaknya menyadari ada kejanggalan lelang asetnya itu saat menemukan surat pemberitahuan dari BNI Remedial & Recovery 01 Wilayah Medan yang ditandatangani oleh Prima Junaidi sebagai pimpinan bank tersebut. "Mereka melelang hak tanggungan berupa 13 bidang tanah sehamparan berikut bangunan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PPKS) milik saya, tetapi tidak menjelaskan keberadaan objek fidusia yang juga menjadi jaminan sewaktu pengambilan kredit," ungkapnya.

Tan Andyono selaku pengusaha PT PJLU menyadari kejanggalan surat pemberitahuan lelang dari bertanggal 10 Mei 2022 itu, karena disebutkan akan dilelang tanah dan bangunan berikut mesin pabrik pengolahan kelapa sawit berkapasitas 30 ton per jam yang ditawarkan satu paket. Anehnya, surat itu  di dalam kolom perinciannya menyebutkan aset yang dilelang hanya hak tanggungan 13 barang tak bergerak berupa tanah dan bangunan pabrik kelapa sawit (PKS), tanpa mencantumkan jaminan objek fidusia berupa mesin pabrik kelapa sawit.

Pada saat bersamaan dengan tanggal surat yang diterima Tan Andyono itu diketahui BNI Remedial & Recovery 01 Wilayah Medan juga mengeluarkan pengumuman lelang eksekusi hak tanggungan. Bunyi pengumuman yang ditandatangani oleh Pemimpin BNI Remedial & Recovery 01 Wilayah Medan Prima Junaidi itu sebagai berikut:

"Pengumuman l (Pertama) Lelang Eksekusi Hak Tanggungan: Berdasar Surat Permohonan Lelang Nomor  RRW01/2/2852 tanggal 28 April 2022 yang telah ditetapkan jadwal lelangnya sesuai Surat Penetapan Lelang Nomor S-181/KNL.0203/2022 tanggal 09 Mei 2022, yang dalam hal ini berdasarkan pasal 6 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, PT Bank Negara Indonesia (Pesero) Tbk. selaku pemegang Hak Tanggungan Peringkat Pertama akan melaksanakan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan dengan perantaraan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kisaran."

Lalu disebutkan secara rinci 13 barang tak bergerak berupa tanah dan bangunan pabrik kelapa sawit (PKS) sebagai hak tanggungan yang akan dilelang, juga tanpa menyebutkan ada objek fidusia berupa mesin pabrik kelapa sawit ikut dilelang.

Jadwal lelang disebutkan Rabu, 8 Juni 2022. Ini merupakan lelang ketiga dengan menawarkan nilai limit Rp40 miliar, yang dimenangkan oleh Suwanto atas nama PT. Lingga Tiga Sawit. Ada pun lelang  pertama dilakukan pada 1 Maret 2022 dengan nilai Rp60.807.000.000 tanpa peminat, demikian pula lelang kedua  pada Senin 25 April 2022 dengan nilai semakin turun jadi Rp42 miliar tetap tanpa peminat. Pejabat penjual dari BNI Remedial & Recovery 01 Wilayah Medan pada Lelang Eksekusi Hak Tanggungan ini adalah Fernando Munte.

"Artinya, BNI Medan ingin mengelabui saya dengan mengirimkan surat pada saat akan melakukan lelang ketiga, dengan menyebutkan mesin produksi PKS sebagai jaminan fidusia ikut dilelang satu paket, padahal dalam perincian surat itu hanya menyebutkan lelang 13 aset berupa tanah dan bangunan PKS sebagai hak tanggungan," kata Tan Andyono.

Begitu pula dalam pengumuman lelang, ungkapnya, BNI Remedial & Recovery 01 Wilayah Medan menyebutkan hanya melelang 13 aset berupa tanah dan bangunan PKS sebagai hak tanggungan. Apalagi mereka mengacu Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dalam melakukan lelang 13 asetnya tersebut. "Ini berarti BNI Remedial & Recovery 01 Wilayah Medan tak melelang objek fidusia berupa mesin pabrik kelapa sawit karena pasti melanggar hukum, tapi saya duga mereka berusaha menggelapkannya dari saya," tutur Tan Andyono lagi.

Prima Junaidi selaku Pemimpin BNI Remedial & Recovery 01 Wilayah Medan yang menandatangani dua surat berbeda terkait lelang aset milik PT PJLU itu menolak konfirmasi wartawan terkait dugaan penggelapan objek fidusia tersebut. "Saya sudah pensiun, sudah tidak di BNI lagi," katanya langsung menutup telepon.

Wartawan yang berusaha mendapat konfirmasinya masih mencoba mengirim pertanyaan via WhatsApp ke nomornya, ternyata langsung diblokirnya meski dia sempat membaca dua pesan awal yang terkirim.*