MEDAN -  Pemimpin BNI Remedial & Recovery 01 Wilayah Medan Prima Junaidi menolak konfirmasi wartawan terkait dugaan penggelapan objek fidusia milik perusahaan minyak sawit PT Prima Jaya Lestari Utama (PJLU). Objek fidusia berupa mesin produksi itu dijaminkan bersama 13 bidang tanah sehamparan berikut bangunan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PPKS) yang kemudian menjadi hak tanggungan untuk mendapat pinjaman Rp54 miliar dari bank plat merah tersebut. Prima Junaidi selaku Pemimpin BNI Remedial & Recovery 01 Wilayah Medan diketahui menandatangani dua surat berbeda terkait lelang aset milik PT Prima Jaya Lestari Utama (PJLU) di Desa Kampung Pajak, Kecamatan NA IX-C, Kabupaten Labuhan Batu Utara (Labura), Sumater Utara, tepatnya di Jalinsum Rantau Prapat - Aek Kanopan tersebut. Lelang dilakukan melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kisaran pada 10 Juni 2022 setelah PT PJLU menjadi debitur kredit macet. Pejabat penjual dari BNI Remedial & Recovery 01 Wilayah Medan pada Lelang Eksekusi Hak Tanggungan ini adalah Fernando Munte, bawahan Prima Junaidi.

Saat akan melakukan lelang, Prima Junaidi mengirim surat pemberitahuan yang ditandatanganinya kepada Tan Andyono selaku pengusaha PT PJLU bahwa asetnya akan dilelang BNI Remedial & Recovery 01 Wilayah Medan. Dalam surat bertanggal 10 Mei 2022 itu disebutkan bahwa aset yang dilelang berupa tanah dan bangunan berikut mesin pabrik pengolahan kelapa sawit berkapasitas 30 ton per jam yang ditawarkan satu paket. Tapi dalam kolom perincian surat itu disebutkan aset yang dilelang hanya hak tanggungan 13 barang tak bergerak berupa tanah dan bangunan pabrik kelapa sawit (PKS), tanpa mencantumkan jaminan objek fidusia berupa mesin pabrik kelapa sawit.

Pada saat bersamaan dengan tanggal surat yang diterima Tan Andyono itu diketahui BNI Remedial & Recovery 01 Wilayah Medan juga mengeluarkan pengumuman lelang eksekusi hak tanggungan. Pengumuman yang juga ditandatangani oleh Pemimpin BNI Remedial & Recovery 01 Wilayah Medan Prima Junaidi itu menyebutkan lelang dilakukan terhadap aset milik PT PJLU yang menjadi hak tanggungan berupa 13 berupa tanah dan bangunan pabrik kelapa sawit (PKS), tanpa jaminan objek fidusia. Bahkan BNI Remedial & Recovery 01 Wilayah Medan menggunakan Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah sebagai pedoman atau dasar hukum lelang tersebut untuk menguatkannya.

Namun saat wartawan media ini mengkonfirmasi kejanggalan dua surat berbeda terkait lelang aset PT PJLU yang ditandatanganinya sebagai pimpinan BNI Remedial & Recovery 01 Wilayah Medan via telepon, Prima Junaidi menolak atau mengabaikannya. "Saya sudah pensiun, sudah tidak di BNI lagi," katanya langsung menutup telepon pada akhir pekan barusan.
Wartawan yang berusaha mendapat konfirmasinya mencoba mengirim pertanyaan via WhatsApp ke nomornya, ternyata langsung diblokirnya meski dia sempat membaca dua pesan awal yang terkirim.

Sebelumnya diberitakan Tan Andyono selaku pengusaha minyak sawit PT PJLU pada pertengahan 2018 mendapatkan pinjaman dari BNI Medan sebesar Rp54 miliar. Andyono mengagunkan 13 bidang tanah sehamparan berikut bangunan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PPKS) yang kemudian menjadi hak tanggungan beserta mesin produksi dan alat berat sebagai objek fidusia. Total nilai agunan atau jaminan utang itu sekira Rp97 miliar.

Namun saat PT PJLU menghadapi masalah keuangan di masa pandemi Covid-19 sehingga menjadi debitur kredit macet, BNI melelang 13 aset hak tanggungan tersebut melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kisaran dengan harga limit cuma Rp40 miliar, tetapi tidak diketahui keberadaan jaminan berupa objek fidusia. Soalnya, pada pengumuman lelang disebutkan bahwa yang dilelang cuma 13 aset hak tanggungan. Padahal mesin produksi dan alat berat itu saja menurut Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) independen nilainya Rp60 miliar, sehingga BNI Medan diduga melakukan penggelapan terhadap jaminan objek fidusia debitur PT PJLU.

Pihak Tan Andyono selaku pengusaha PT PJLU menyadari kejanggalan lelang asetnya itu saat menemukan surat pemberitahuan dari BNI Remedial & Recovery 01 Wilayah Medan kepadanya, yang bertanggal 10 Mei 2022. "Mereka melelang hak tanggungan berupa 13 bidang tanah sehamparan berikut bangunan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PPKS) milik saya, tetapi tidak menjelaskan keberadaan objek fidusia yang juga menjadi jaminan sewaktu pengambilan kredit," ungkapnya.

Tan Andyono mengaku kecewa terhadap manajemen BNI (Persero) Tbk., khususnya BNI Medan. "Kalau mereka tidak serius untuk menyelesaikan masalah ini, saya akan bawa ke pihak hukum supaya ada kejelasan dan keadilan dalam kasus ini," tuturnya lagi.*