JAKARTA - Gara-gara dituding dekat dengan politisi PDI Perjuangan, Komisioner Bawaslu Tapanuli Tengah (Tapteng) diprotes. Bahkan, puluhan massa yang mengatasnamakan Koalisi Kawal Pemilu Tanpa Sara menuntut Bawaslu RI untuk memecat pengawas pemilu di Tapteng tersebut dipecat.

Tuntutan itu disampaikan massa Koalisi Kawal Pemilu Tanpa Sara tersebut saat berunjukrasa ke Kantor Bawaslu RI di Jakarta, Jumat (25/8/2023).

Massa Koalisi Kawal Pemilu Tanpa Sara itu juga meminta lembaga negara yang bertugas mengawasi pemilu tersebut untuk membatalkan keputusan penetapan komisioner Bawaslu Kabupaten Tapteng, Provinsi Sumatera Utara.

Sebab, massa Koalisi Kawal Pemilu Tanpa Sara menilai, proses seleksi komisioner Bawaslu diduga sarat kepentingan dan intervensi dari salah satu partai politik peserta Pemilu 2024.

Selain itu, hasil keputusan komisioner yang terpilih dinilai berdimensi Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) karena hanya meloloskan komisioner dari 1 agama saja.

"Komisioner (Bawaslu) Tapteng atas nama Romy Pasaribu diduga adalah titipan salah satu partai. Karena memiliki kedekatan dengan MP politisi PDI Perjuangan yang digadang-gadang akan maju pada Pilkada Tapteng tahun 2024 mendatang," ujar koordinator aksi, Robi.

Apalagi, tak satu pun komisioner Bawaslu Tapteng tersebut beragama Islam.

"Kenapa komisioner Bawaslu Tapteng yang terpilih tidak mengakomodir calon komisioner beragama Islam? Apakah tidak ada calon komisioner yang lebih berkompeten beragama Islam," jelas Robi.

Senada dengan itu, koordinator lapangan, Adi menambahkan bahwa salah seorang komisioner Bawaslu Tapteng terpilih atas nama Setia Wati Simanjuntak pada pemilu 2019 yang lalu mendapatkan peringatan keras dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

"Bagaimana mungkin orang yang pernah diputus mendapatkan peringatan keras masih diloloskan menjadi komisioner Bawaslu di Kabupaten TapTeng," tegas Adi.

Untuk itu massa Koalisi Kawal Pemilu Tanpa Sara menuntut Bawaslu RI untuk membatalkan keputusan penetapan Komisioner Bawaslu Tapteng dan memilih komisioner yang kompeten, independen, tidak cacat rekam jejaknya dan mengakomodir semua agama.

Sebelumnya, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah juga mendesak adanya transparansi rekrutmen Bawaslu di wilayah Sumut.

Sebab, IMM menduga rekrutmen Bawaslu kabupaten/kota di Provinsi Sumut sarat dengan kecurangan.

Desakan itu disampaikan mass IMM saat menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Bawaslu Provinsi Sumut pada hari Senin, (21/8/2023) lalu.

Hal itu dilakukan karena seleksi Bawaslu kabupaten/kota untuk periode 2023-2028 di wilayah Provinsi Sumut disinyalir sarat kecurangan dan mengabaikan azas kepatutan.

Seperti halnya di Kabupaten Humbang Hasundutan dan sejumlah daerah lainnya.

Bahkan ironisnya, selain pernah dilaporkan ke DKPP dan diberi peringatan terkait dugaan penggelembungan suara, Komisioner Bawaslu Kabupaten Humbahas yang juga pernah terjerat skandal dugaan perselingkuhan tetap dipiih oleh Bawaslu RI.

Padahal seharusnya, laporan DKPP dan dugaan perselingkuhan itu menjadi pertimbangan Bawaslu RI untuk mengevaluasi sekaligus menggalkan sejumlah petahana Bawaslu tingkat kabupaten/kota, termasuk di Humbahas.

Akan tetapi sebaliknya, Bawaslu RI melantik anggota Bawaslu kabupaten/kota yang sarat permasakahan tersebut.

Hal ini semakin menunjukkan bobroknya pola rekrutmen di jajaran Bawasalu, termasuk di wilayah Provinsi Sumut.