MADINA - Publik kembali menyorot kegiatan study banding kepala desa di Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Pasalnya biaya yang dimanfaatkan untuk kegiatan tersebut dinilai menghamburkan uang negara.

Kali ini datang dari aliansi mahasiswa DPP- Gerakan Rakyat Anti Penindasan Mandailing Natal (GARAP) dengan melakukan unjuk rasa di depan kantor Kejaksaan Negeri Madina, Kamis (1/12/2022).

Study banding yang disorot tersebut dilaksanakan beberapa minggu lalu tepatnya di daerah Berastagi, Sumatera Utara (Sumut) dan Bukit Tinggi, Sumatera Barat (Sumbar). Aliansi mahasiswa tersebut beranggapan biaya yang dikeluar oleh kades seakan sia-sia.

"Sebab di tahun 2023 akan datang kemungkinan desa - desa di Mandailing Natal akan diisi oleh pejabat pelakasan. Karena masa jabatan kepala desa yang lama pada tahun 2023 ini akan berakhir," kata Nafis Siregar selaku Koordinator Aksi kepada Gosumut.com, usai melakukan unjuk rasa.

Kemudian study tiru yang baru dilaksanakan oleh kades se-Kabupaten Madina. Nafis, koordinator aksi beranggapan bahwa pelaksanaanya diduga ada praktek ajang korupsi dan mal-administrasi oleh pihak yang berkepentingan.

"Untuk itu kami (aliansi mahasiswa DPP-GARAP Madina -red) kejaksaan negeri Mandailing Natal supaya agar mengusut tuntas dugaan korupsi dan mal-administrasi kegiatan study banding yang diselenggarakan kades beberapa minggu lalu dan meminta kepada KPK untuk turun," ujarnya.

Menurutnya, pelaksanaan study banding yang diinilai berlebihan dan mengamburkan keuangan APBN untuk dana desa. Karena anggaran sekira Rp 2 miliar tersebut dalam pelaksanaan kegiatan itu, manfaatnya dianggap tidak jelas.

"Kemudian dana desa yang dialokasikan kepela desa untuk acara ini (study banding-red) juga diduga tidak berdasarkan persetujuan masyarakat melalui musyawarah desa," tandasnya.

Dari hasil investigasi aliansi mahasiswa itu juga menyebutkan, dana yang dikeluarkan per desa itu untuk kegiatan study banding sebesar Rp 8 juta. Sementara di Kabupaten Madina ada sebanyak 377 sehingga terhitung uang yang telah dikeluarakan untuk tersebut ditaksir mencapai Rp 2.696 000 000.

"Dan untuk yang kami herankan adalah pelaksanaan jadwal study banding. Dimana kami temukan jadwal pelaksanaan study banding di Brastagi Medan atau sejumlah  wilyah Sumut ada empat hari, namun, kegiatan study banding yang di Sumbar hanya dua hari," ungkapnya.

Sementara pihak kejaksaan Madina yang menjumpai aksi domintrasi mahasiswa itu menyampaikan akan mempelajari aspirasi yang telah disampaikan DPP- GARAP. Sesuai  (SOP) Standar Operasional Prosedur, untuk ditindak lanjuti.

Adapun pernyataan sikap DPP- GARAP Madina saat berunjuk rasa di depan kantor Kejari Madina.

1. Meminta kepada Kejaksaan Negeri Mandailing Natal agar secepatnya memanggil dan memeriksa Kadis PMD,Camat dan seluruh Kepala Desa Serta Pendamping Desa yang diduga kuat bersekutu dalam penyelenggaraan Studi Tour dan Bimtek yang kami nilai syarat akan tindakan Korupsi dan Mal-administrasi.

2. Meminta kepada Kejaksaan Negeri Mandailing Natal untuk segera mengusut tuntas kegiatan Studi Banding yang diduga minim manfaat dan terlalu menghambur-hamburkan uang Negara yang bersumber dari Dana Desa T.A 2022.

3. Meminta kepada Kejaksaan Negeri Mandailing Natal agar memanggil dan memeriksa Ketua Apdesi dan Papdesi Madina yang diduga kuat ada kongkalikong dengan lembaga pelaksana Studi Banding.

4. Meminta kepada Bupati Mandailing Natal agar menindak dan memberikan sanksi tegas terhadap oknum-oknum pemerintahan yang diduga mengangkangi dan tidak mengindahkan Himbauan tegas dari Bupati tentang “Tidak Diizinkannya Melaksanakan Bimtek Oleh Kepala Desa Dan Perangkatnya.”

5. Meminta Kejaksaan Negeri Mandailing Natal agar serius dan pro-aktif dalam upaya menegakkan Supremasi Hukum, jangan sampai kami beropini liar bahwa Kejaksaan Negeri Mandailing Natal juga ikut bermain mata dalam dugaan kasus ini.