MEDAN - Inflasi Sumatera Utara pada September 2022 mengalami peningkatan dibandingkan periode bulan sebelumnya yang mencatatkan deflasi sebesar -0,30% (mtm). Pada periode ini, beras menjadi penyumbang inflasi terbesar, setelah bahan bakar minyak (BBM) dan angkutan dalam kota. Jika pada Agustus lalu, beras menyumbang inflasi 0,022%, namun pada September merangkak menjadi 0,099%. 
 
Kepala Perwakilan BI Provinsi Sumatera Utara, Doddy Zulverdi dalam Bincang Bareng Media (BBM) yang digelar hybrid, Selasa (25/10/2022) memaparkan secara bulanan, Indeks Harga Konsumen (IHK) gabungan 5 kota di Sumatera Utara pada bulan ini tercatat 1,00% (mtm), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatatkan deflasi sebesar -0,30% (mtm).
 
Secara tahunan, inflasi Sumatera Utara pada bulan September 2022 juga tercatat mengalami kenaikan menjadi 6,14% (yoy). Sumber inflasi terutama berasal dari Kelompok Transportasi dengan andil inflasi sebesar 1,20% (mtm). 
 
Pada kelompok transportasi, komoditas bensin, angkutan dalam kota, solar dan angkutan antar kota menjadi penyumbang inflasi terbesar
dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,97% (mtm), 0,19% (mtm), 0,03% (mtm), dan 0,03% (mtm).
 
Kondisi ini lanjutnya, sejalan dengan adanya kebijakan penyesuaian harga BBM Pertalite, Solar, dan Pertamax yang dilakukan Pemerintah per tanggal 3 September 2022 dengan kenaikan masing-masing sebesar 30,72% (Pertalite), 32,04% (Solar), dan 16,00% (Pertamax non subsidi). Kenaikan harga bensin dan solar.
Selanjutnya juga tertransmisikan terhadap kenaikan biaya operasional kendaraan sehingga tarif angkutan antar kota maupun angkutan dalam kota turut meningkat signifikan. 
 
Sedangkan untuk beras lanjutnya, dipicu kenaikan harga gabah di tengah panen yang tidak optimal dan juga meningkatnya biaya angkut komoditas pangan akibat penyesuaian harga BBM.
 
Meski pada September ini inflasi di Sumut meningkat, namun pada Oktober ini pihaknya memprakirakan inflasi di Sumut lebih rendah. 
 
Sementara itu, inflasi Indonesia pada September 2022 tercatat sebesar 5,95% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 4,69% (yoy) didorong penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Keberhasilan menekan angka inflasi volatile food (VF) menjadi salah satu faktor penurunan tingkat inflasi.
 
Inflasi VF terkendali sebesar 9,02% (yoy) sejalan dengan sinergi dan koordinasi kebijakan yang erat melalui TPIP-TPID dan GNPIP dalam mendorong ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, kestabilan harga, dan komunikasi efektif. Kenaikan inflasi AP juga tidak setinggi yang diprakirakan yaitu sebesar 13,28% (yoy) sejalan dengan penyesuaian harga BBM dan tarif angkutan yang lebih rendah.