MEDAN - Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumatera Utara diminta melakukan stanvas terhadap aset milik PT Prima Jaya Lestari Utama (PJLU) di Jalan Lintas Sumatera (Rantau Parapat) Aek Kanopan, Desa Kampung Pajak Kecamatan NA IX-X, Kabupaten Labuhan Batu Utara yang 'dirampas' pemenang lelang. Pasalnya, objek tersebut masih berperkara di Pengadilan Negeri Medan, dan belum memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah). Desakan ini disampaikan Kuasa Hukum PT Prima Jaya Lestari Utama, Supesoni Mendrofa SH, Sabtu (24/9/2022) menyikapi adanya pengambilan paksa terhadap objek yang dijadikan jaminan.
 
"Kita meminta Polda Sumut melakukan status quo atas objek tersebut. Karena sebelum ada putusan pengadilan, objek tersebut tidak bisa diganggu gugat," ujarnya.
 
Karenanya, objek yang dijadikan jaminan itu harusnya berada didalam status quo, agar tidak disalah gunakan.
 
Pada prinsipnya pihaknya menghargai keberadaan pemenang lelang. Namun sebelum lelang terlaksana, debitur sudah melakukan gugatan, karena dinilai perbuatan pelanggaran hukum karena ada tindakan ini merugikan debitur. Sebab aset yang menjadi objek tanggungan dilelang di bawah nilai pasar. 
 
Menurutnya, jika pemenang lelang memiliki itikad baik, seharusnya tidak dilakukan perampasan paksa atau pengambil alihan objek jaminan.
 
"Apalagi disitu kita lihat ada juga pembongkaran secara paksa. Makanya kita meminta Polda Sumut untuk melalukan status quo atas objek tersebut. Karena sebelum ada putusan pengadilan, objek tersebut tidak bisa diganggu gugat. Harusnya pengambil alihan tersebut harus sesuai undang-undang, melalui pengadilan," ujarnya.
 
"Tindakan yang dilakukan pemenang lelang itu patut diduga pemaksaan atau melakukan perlawanan hukum yang benar. Karena diatasnya masih ada perkara yang berjalan di Pengadilan," ujarnya.
 
Sebelumnya, pada akhir Agustus lalu, aset milik PT Prima Jaya Lestari Utama di Jalan Lintas Sumatera (Rantau Parapat) Aek Kanopan, Desa Kampung Pajak Kecamatan NA IX-X, Kabupaten Labuhan Batu Utara 'dirampas'. 
 
'Pengambilan atau penguasaan' aset PJLU dilakukan sejumlah oknum organisasi masyarakat (ormas) ditengah proses hukum yang masih berjalan. 
 
Disebutkannya, sebelum aset tersebut 'dirampas' ada tindakan yang melibatkan oknum kepala desa, pihak kepolisian dan koramil yang memfasilitasi mediasi. Namun tindakan tersebut hanya melibatkan manager keamanan saja. Tindakan tersebut dinilai bukan kewenangan mereka, sebab seharusnya tugas mereka hanya untuk pengamanan agar tidak terjadi konflik. Terlebih masalah ini masih berperkara di Pengadilan Negeri Medan.
 
Sehingga lanjutnya, ketika pegawai PJLU diminta keluar dari lokasi tersebut sebenarnya melanggar aturan. "Karena itu bukan kewenangan dan bukan hak mereka untuk melakukan itu. Karena yang berhak melakukan eksekusi atau melakukan pengosongan terhadap objek itu ada putusan dari pengadilan. tidak ada putusan siapapun," ujarnya.
 
Namun ia menilai kehadiran aparatur pemerintah dan pihak keamanan terkesan mengintervensi pemilik agar keluar dari objek itu. 
 
"Kalau pemenang lelang menyatakan dia punya risalah lelang, itu kita akui. Silakan. Tetapi permasalahannya adalah tidak boleh dilakukan secara paksa. Apalagi dengan bukti yang ada, mereka mencongkel pintu, itu sudah perbuatan tindak pidana. Karena ini prosesnya masih berjalan," ujarnya.
 
Jika ingin melakukan eksekusi lanjutnya, seharusnya minta bantuan pengadilan. "Mohonkan eksekusi di pengadilan, itu baru betul. Tapi cara ini kan cara yang dilakukan dengan cara premanisme, dan itu perlu dibasmi di Indonesia, tidak melalui prosedur hukum. melanggar aturan hukum yang udah ada," ujarnya.
 
"Jadi semua tidak boleh diintervensi siapa pun, kecuali oleh karena putusan pengadilan maka kita tidak bisa berbuat apa-apa," ujarnya.
 
Ia menambahkan persoalan ini juga sudah dilaporkan kliennya ke Polda Sumut dengan Surat Tanda terima Laporan Polisi, Nomor : STTLP/B/1534/VIII/2022/SPKT/Polda Sumut.
 
Dalam laporan yang disampaikan pada 30 Agustus 2022 itu, manager PJLU melaporkan tentang peristiwa pidana UU Nomor 38 tahun 2004 pasal 12.
 
Kemudian lanjutnya, keesokan harinya, pihak kliennya kembali membuat laporan Polda Sumut dengan Nomor : STTLP/B/ 1540/VIII/2022/SPKT/Polda Sumatera Utara tentang KUHPidana pasal 170 Jo 406.