LANGKAT - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan pejabat di Langkat untuk menghentikan budaya yang identik dengan gratifikasi. Hal tersebut diungkapkan Kepala Satuan Tugas (satgas) Koordinasi Pencegahan KPK Wilayah I, Maruli Tua, dalam kegiatan Rapat Besar Pencegahan Tindak Pidananya Korupsi di Kabupaten Langkat di gedung DPRD Langkat, di Stabat, Rabu (10/8/2022)
 
"Jadi KPK itu, sebelum terjadinya tindak pidana korupsi, sudah melakukan sosialisasi/koordinasi pencegahan, tetapi mungkin daerah-daerah yang mengabaikannya, seperti di Kabupaten Langkat, baru-baru ini terjadi OTT," katanya.
 
Maruli Tua menjelaskan, mengapa bisa terjadi korupsi? Bentuk atau katagori korupsi itu, di antaranya menyebabkan kerugian keuangan negara, seperti di Kabupaten Langkat yang baru-baru ini terjadi. Kemudian di desa-desa, memang dana di desa terbatas, tetapi kalau dikorupsi, ini menjadikan kerugian negara. 
 
Di desa KPK tidak menangani, tetapi ditangani Kapolres dan Kejari tegasnya. Kemudian suap, yaitu KPK melakukan OTT suap/sogok, karena adanya kesepakatan hingga terjadi transaksi. 
 
Tindak pidana ini rawan terjadi di dinas-dinas yang mengelola anggaran besar, seperti di PUPR, pendidikan dan kesehatan. 
 
"Pak Bupati Langkat, hentikan budaya itu, karena identik dengan gratifikasi," jelas Maruli Tua.
 
Kemudian dijelaskannya lagi, yakni pemberantasan pemerasan, penggelapan dalam jabatan, perbuatan curang dan bentuk kecurangan dalam pengadaan.
 
"Pak Bupati, korupsi jual beli jabatan itu dihentikan. Begitu juga Pak Camat, Pak Kepala Dinas, jangan ada jual-beli jabatan. Kalau Bapak Ibu kompeten, jangan sanksi dan ragu untuk jadi camat, dan Kadis, jangan pake sogok, dan bisa dilaporkan ke KPK," beber Maruli Tua.
 
Sebelumnya Plt Bupati Langkat, Syah Afandin meminta kepada Satuan Tugas Koordinasi Pencegahan KPK Wilayah I menjelaskan tentang pemahaman/batasan-batasan yang mana yang boleh dikelola, bagaimana yang disebut gratifikasi dan yang tidak.