SERGAI - Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai menggelar rapat percepatan penanggulangan stunting yang dilaksanakan di Ruang Kerja Asisten Pemum Kesra, Kompleks Kantor Bupati Sergai, Sei Rampah, Senin (20/12/2021).


Dalam paparannya, Bupati Sergai H. Darma Wijaya melalui Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Nina Deliana Hutabarat memaparkan, pada tahun 2020 prevalensi (proporsi dari populasi yang memiliki karakteristik tertentu dalam jangka waktu tertentu) data balita stunting di Kabupaten Sergai mencapai 2.2%. Di mana di 17 Kecamatan se-Sergai ada 39.906 sasaran dengan angka stunting sebesar 905.

"Kemudian pada tahun 2021 terjadi penurunan yang cukup signifikan, di mana prevalensi data balita stunting menjadi 1.3% dengan jumlah sasaran sebanyak 50.948. Ditemukan angka stunting pada sebanyak 678 balita," bebernya.

Ia menyebutkan Kecamatan Silinda jadi penyumbang prevalensi stunting tertinggi yaitu sebesar 4,3% dan Kecamatan Sipispis menunjukkan angka yang lebih rendah jumlah stuntingnya bila dibandingkan dengan kecamatan yang lain yaitu 0,2%.

“Masing-masing kecamatan memiliki data stunting untuk mengatasi hal tersebut dan perlu peningkatan kerjasama dan komitmen semua pemangku kebijakan. Selain itu diperlukan pelaksana program yang lebih kompak lagi dalam menangani stunting di seluruh kecamatan,” ujarnya lagi.

Ia mengambil contoh di Kecamatan Bandar Khalipah dilaksanakan perbaikan gizi di masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Perbaikan gizi ini, antara lain dengan sosialisasi ASI-Eksklusif, pendidikan gizi untuk ibu hamil, pemberian tablet tambah darah (ttd) untuk ibu hamil, pemberian ttd untuk remaja putri melalui sekolah-sekolah yang ada di wilayah Puskesmas Bandar Khalipah, inisiasi menyusui dini (IMD), Pemberian Makan pada Bayi dan Anak (PMBA), pemberian pemberian makanan tambahan lokal balita dan Ibu hamil untuk, konseling calon pengantin di KUA dan lain lain.

Dia menegaskan, stunting penting dicegah karena dapat mengancam pertumbuhan anak yang tidak dapat optimal karena dampak stunting dapat menghambat prestasi anak dan kesejahteraan masyarakat di masa depan. Kurangnya ketersediaan akses air minum yang aman dan sanitasi yang layak merupakan kunci untuk mencegah paparan yang menjadi penyebab terjadi diare, kecacingan dan lain-lain.

“Salah satu upaya intervensi yang dilakukan yaitu pencegahan resiko stunting yaitu terkait dengan penyediaan air minum aman. Sanitasi yang baik akan mempengaruhi tumbuh kembang balita, sanitasi dan keamanan makan yang kurang dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit infeksi, kejadian penyakit infeksi dapat menjadi penyakit. Perbaikan dalam praktek cuci tangan dan perbaikan kualitas air adalah penting untuk mencegah penyakit dan dengan demikian dapat mengurangi risiko hambatan pertumbuhan tinggi badan balita,” tandasnya.