PERMODALAN sering kali menjadi kendala bagi seseorang dalam memulai maupun mengembangkan usaha. Makanya tak sedikit yang akhirnya memilih jalan pintas dan memanfaatkan bantuan dana dari 'bapak koyak-koyak' (rentenir). Dengan harapan, usaha yang dijalankan tetap bisa berputar.

Namun apa daya, harapan itu malah pupus. Jangankan untung, modal saja pun juga tidak kembali.

Seperti pengakuan sejumlah perempuan produktif yang tergabung dalam Sentra Rizky, di Lingkungan V, Kelurahan Binjai Serbangan, Kecamatan Air Joman, Kisaran. Banyak dari mereka yang awalnya sangat bergantung dengan 'bapak koyak-koyak' ini. Namun dengan kehadiran Bank BPTN Syariah, mereka bisa bangkit dan terlepas dari rentenir. Bahkan saat ini usahanya pun semakin berkembang.

Suriani, Ketua Sentra Rizky, sentra perempuan (nasabah) prasejahtera di Lingkungan V, Air Joman baru-baru ini menuturkan, sebelum menjadi nasabah pembiayaan dari Bank BTPN Syariah, hampir selama enam tahun sangat bergantung dengan rentenir.

Saat itu, Suriani mengisahkan, dia berjualan es doger untuk membantu mendapatkan uang guna mencukupi kebutuhan hidup. Pasalnya, suaminya hanya bekerja serabutan. Selama meminjam uang dengan rentenir, usahanya tak kunjung berkembang malah selalu buntung.

"Dulu saya minjam uang sama 'bapak koyak-koyak', tapi usaha saya begitu-begitu saja, bahkan tak nutup untuk kebutuhan sehari-hari karena bunganya cukup besar. Kemudian, saya bertemu dengan bankir pemberdaya BTPN Syariah, saya dijelaskan bagaimana sistem pembiayaannya dan saya pun tertarik, apalagi tidak ada agunannya," ujar Suryani.

Suriani yang menjadi nasabah pembiayaan Bank BTPN Syariah sekira lima tahun lalu, mengaku awalnya mendapatkan pinjaman senilai Rp4 juta. Usaha es doger yang dia geluti hingga saat ini pun menjadi berkembang, malahan dia memperluasnya dengan membuka buka warung sarapan pagi.

"Selanjutnya nominal pembiayaannya naik menjadi Rp6 juta. Kemudian saya bagi dua sama suami hingga suami membuka bengkel kecil-kecilan sendiri. Alhamdulillah, sekarang rumah yang dulunya jelek dan kecil bisa cantik dan besar seperti sekarang berkat BTPN Syariah," ujarnya.

Ia mengatakan, sudah 5 tahun menerima pembiayaan dari BTPN Syariah. Selama menjadi nasabah prasejahtera hingga saat ini, dia mengaku sangat senang karena tidak hanya diberikan pinjaman modal usaha saja, tetapi juga pendampingan di bidang pengetahuan keuangan, kewirausahaan dan kesehatan.

"Jadi, kami di sini tergabung dalam 1 kelompok atau sentra yang disebut Sentra Rizky beranggotakan 27 orang. Semuanya perempuan, ya tetangga semuanya, mendapat pinjaman modal dari BTPN Syariah sehingga bisa memiliki usaha sendiri. Usahanya bermacam-macam, ada yang jualan jamu, warung kelontong, sarapan pagi dan sebagainya," jelasnya.

Menurut Suriani, hal yang paling berkesan baginya selama menjadi nasabah BTPN Syariah, yakni mereka diberikan pelatihan dan pendampingan terus, bisa bersilaturahmi dan jika mendekati lebaran, biasanya mereka diberi bonus.

"Alhamdulillah kami semua tidak pernah bermasalah dalam membayar cicilan," bebernya.

Ia menambahkan, petugas bankir (bankir pemberdaya) yang melayaninya dan anggota sentranya sangat membantu dan ramah. Dia berjanji akan selalu menjaga kepercayaan yang diberikan BTPN Syariah, sehingga pembiayaan tersebut dapat berlangsung dalam jangka panjang.

"Selain uang, kita juga dapat wawasan. Kita jadi kenal, dulu kerja dan kerja. Saat ini, setidaknya dalam sebulan sekali bisa berkumpul. Dapat silaturrahmi, ilmu dan mengelola uang lebih bagus," ujarnya.

Selain Suriani, Jamiah, yang mengelola usaha jamu juga sempat bergantung dengan rentenir. Setahun lamanya mendapatkan bantuan tersebut, namun pendapatannya habis untuk modal saja.

"Selama sama 'bapak koyak-koyak', diambil Rp500 ribu, habis modalnya. Tidak pernah ada tabungan. Dengan BTPN Syariah, sekarang bisa nabung, bayar lancar, usaha juga berkembang. Dulu, enggak bisa nyimpan, malah habis modalnya," ujarnya.

Diapun sangat bersyukur. Setelah 2 tahun menjadi nasabah pembiayaan, usahanya semakin berkembang. Bahkan jualan jamu yang awalnya berkeliling dengan menggunakan sepeda, kini sudah dengan sepeda motor. Pemasarannya pun semakin luas.

Sementara, Tuti Sriwahyuni, yang mengelola usaha botot juga mengaku sangat bersyukur. Sebab, usaha yang dikelola sekira 23 tahun, sempat collaps di tahun 2011. Hal tersebut dikarenakan penghasilan yang diperoleh habis untuk keperluan biaya berobat suaminya yang mengalami kecelakaan.

Saat itu, Tuti juga sempat memiliki pinjaman di Bank, hingga akhirnya rumah tempat tinggalnya dijual. Kemudian pindah ke rumah warisan orangtua, sementara uang hasil penjualan rumah digunakan untuk membayar utang, sisanya dijadikan modal untuk membangun kembali usahanya.

"Baru-baru itu, cari pinjaman bingung. Bingung mau cari pinjaman kemana. Dan situlah BTPN Syariah datang," ujar Tuti mengingat kisahnya 5 tahun silam.

Untuk pertama kali, dia mendapatkan pinjaman senilai Rp 4 juta. Uang tersebut dimanfaatkannya untuk membeli sejumlah perlengkapan yang mendukung usahanya seperti ember, karton, maupun kardus.

"Karena adanya BTPN Syariah, usaha saya yang 'collaps' bangkit kembali dan sudah 5 tahun saya menjadi nasabah. Kini usaha saya berkembang lagi, nominal pembiayaannya juga kian naik, karena pembayaran cicilan saya bagus. Rumah saya dulunya jelek, sekarang cantik. Gudang barang bekas ini juga dulunya hanya seng, sekarang sudah beton. Sekarang karyawan saya 3, termasuk dua diantaranya anak sendiri yang ingin membantu usaha keluarga," tandasnya.

Sementara, Communication Head BTPN Syariah, Ainul Yaqin menyebut, pihaknya sebagai bank umum syariah pertama yang fokus menghimpun dana dari keluarga sejahtera dan menyalurkannya kembali kepada keluarga prasejahtera produktif sejak tahun 2010. Mereka juga terus berikhtiar menjadi organisasi yang terus tumbuh bersama menginspirasi untuk seluruh stakeholdernya.

Dalam menyalurkan pembiayaan, sambungnya, setiap nasabah yang menerima pembiayaan baru, selalu diingatkan kembali cara mengelola uang tersebut.

"Jadi mereka tidak dibiarkan begitu saja. Jadi jika ada tambahan modal, diingatkan lagi, tetap ada namanya sekolah. Sekolah pengelolaan keuangan tersebut juga sesuai besaran modal yang didapat. Misalya uang Rp 10 juta dengan Rp 20 juta beda pengelolaannya. Untuk Rp20 juta, agar pembayaran tidak ngadat, setidaknya nasabah menabung harus sekalian besarannya. Itu setidaknya diingatkan kembali, sehingga mereka mengingat terus," bebernya.

"Yang dibangun itu sebenarnya perilaku. Perilaku unggul, berani berusaha, disiplinnya, kerja kerasnya dan saling bantu. Kalau enggak disiplin, hasilnya enggak seperti ekspektasi mereka," tutupnya.