SERGAI - PT. Sentra Cipta Inovasi, sebuah perusahaan Waste Tech, mulai bergerak menginovasikan limbah batu bara atau fly ash menjadi bata ringan, menyusul terbitnya PP Nomor 22 Tahun 2021 yang diteken Presiden Joko Widodo tentang limbah batu bara tak lagi masuk dalam kategori B3.

"Kita sambut baik mengenai hal itu. Makanya kita bergerak cepat berinovasi menjadikan fly ash sebagai bata ringan. Kita produksi dengan teknologi tinggi yakni menggunakan autoclave" ungkap CEO Litecon, Iwan Tirta kepada awak media www.gosumut.com, Sabtu (20/3/2021) di lokasi pabrik miliknya yang terletak di Jalan Socfindo, Kabupaten Serdang Bedagai.

Untuk tahun 2021 ini, pihaknya menargetkan dapat menghasilkan bata ringan setara dengan 5.000 unit rumah. Ini sebagai langkah mereka merespon Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Luhut Binsar Panjaitan, mengenai pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) untuk bahan baku atau keperluan sektor konstruksi.

"Perusahaan kami masih baru sekali. Begitupun, melihat animo yang tinggi di masyarakat dan dari hasil product market fit yang sudah dilakukan, kita cukup optimis dengan produk bata ringan dari pemanfaatan fly ash ini," rincinya.

Sebagai perusahaan yang senantiasa berinovasi di waste tech, fokus mereka memang hanya di bidang produk bahan material untuk bangunan. "Next mungkin masih banyak produk produk yang bisa dikembangkan dengan memanfaatkan berbagai macam limbah industri lainnya," terangnya.

Iwan juga memastikan, bata ringan yang mereka produksi adalah produk yang berkualitas dan tentunya ramah lingkungan. "Kedepan target kita juga untuk mencapai sertifikasi green label," jelasnya.

Terinspirasi Dosen ITS

Apa yang dilakukan Iwan Tirta ini, tak lepas dari pengaruh Dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Prof Januarti Jaya Ekaputri yang berhasil mengolah limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari industri menjadi beton yang ramah lingkungan.

"Saya pernah baca penelitian beliau dan itu sangat menginspirasi. Bahkan dari penelitiannya itu, beliau yang merupakan seorang dosen, meraih juara pertama tahun 2019 lalu di ajang Mining and Minerals Industry Institute (MMII) Research Award Competition," bebernya.

Dosen Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Prof. Januarti Jaya Ekaputri ketika dikonfirmasi www.gosumut.com juga turut membenarkan pencapaiannya tersebut.

Menurut Yani, sapaan karib wanita ini, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya ketika itu menyodorkan lima jurnal ilmiahnya yang berhasil terindeks Science and Tecnology Index (Sinta) dari Kementerian Riset dan Teknologi.

Di mana, limbah yang digunakan dalam penelitian adalah limbah abu batubara, baik itu fly ash maupun bottom ash.

Selain akan bermanfaat untuk industri, imbuh Yani, inovasi tersebut juga memiliki efek positif bagi pemerintah. “Kita bisa habiskan seluruh limbah industri dengan memasukkannya ke dalam semen untuk membuat beton ramah lingkungan,” ungkap dosen Departemen Teknik Sipil ITS tersebut.

Untuk meningkatkan kekuatan daya tekan beton dan produksinya yang prima, Yani juga memasukkan bakteri ke dalamnya. Bakteri tersebut juga dapat hidup dan berkembang di dalam beton yang ramah lingkungan ini.

"Bakteri berperan dalam beton dengan cara bereaksi dengan kapur terlarut dalam beton menjadi CaCO3 (calcite) yang mengisi pori-pori dalam beton, sehingga beton menjadi padat. Beton yang mengandung limbah biasanya rapuh, tapi dengan ditambahi bakteri bisa menjadi kuat dan bersifat positif. Bahkan bisa menyembuhkan retak pada beton,” ungkapnya.

Yani pun membeberkan, bahwa bakteri tertentu dari jenis Bacillus sp atau Sporosarcina sp sudah dibuktikan bersama-sama dengan fly ash bisa meningkatkan kinerja beton.

"Bata ringan dengan menggunakan fly ash sudah banyak diaplikasikan di mana-mana. Ini merupakan hal baik untuk diversifikasi pemanfaatan fly ash dan harus didukung," tandasnya.

Untuk itu, Yani berharap, ada peraturan pemerintah yang tegas dan mengatur tentang pemanfaatan FABA agar dapat digunakan untuk seluruh infrastruktur strategis nasional.