SIANTAR - Terkait kasus penggelapan yang dilakukan Ketua Pembina Yayasan Sosial Rumah Ibadah Hindu Sikh Kota Pematang Siantar, tersangka Sokdef dan anaknya Harmid membantah tuduhan tersebut.


Hal karena, keduanya merasa tidak melakukan penggelapan dana yayasan. Sebab semua aliran uang masuk dan keluar tercatat dalam buku kas yayasan.

Hal ini disampaikan kuasa hukum kedua tersangka, Sarbudin Panjaitan.

"Jadi yang saya mau tanyakan penyidik yang dilakukan oleh Polres Siantar. Karena mereka tidak pernah melakukan audit keuangan yayasan. Barang bukti hanya kwitansi pembayaran uang sewa ruko," ucap Sarbudin Panjaitan saat duduk disamping tersangka Harmid ketika berada di Pengadilan Negeri Siantar, Rabu (10/3/2021).

Menurut Sarbudin jika seluruh dana tidak sepenuhnya masuk ke rekening yayasan, karena yayasan memang tidak memiliki rekening bank. Sehingga dibuat rekening atas nama Sokdef.

"Sebelumnya memang atas nama bendahara yakni Gurnam. Namun dikarenakan Gurnam telah meninggal dunia pada tahun 2018, makanya rekening jadi atas nama Sokdef," ujarnya.

Sarbudin melanjutkan, masuknya dana ke rekening Sokdef sebenarnya tidak menjadi persoalan, karena yayasan sendiri tidak memiliki rekening. Tapi kalau yayasan mempunyai rekening terus masuk ke rekening Sokdef, itu baru salah.

Selain itu, Sarbudin juga mengatakan yayasan baru membuka rekening Bank pada bulan September 2020. Dan seluruh dana yayasan masuk ke rekening tersebut. Dan itu pun setelah Sarbudin menjadi Konsultan yayasan.

"Dalam hal ini, saya tegaskan kalau tidak ada penggelapan dana yayasan yang dilakukan oleh Sokdef dan Harmid, karena uang masuk dan keluar telah tercatat di buku kas yayasan," tuturnya.

"Uang masuk yayasan kan dari sewa ruko, kalau uang keluar ada pembayaran pendeta, uang kebersihan, acara keagamaan, pajak bangunan, jadi banyak uang keluar dan semua itu tercatat. Jadi dimana penggelapan Rp 500 juta itu?," tanyanya.

Sarbudin juga mempertanyakan terjeratnya Harmid dalam kasus tersebut. Sedangkan Harmid hanya disuruh Sokdef untuk mengutip uang sewa ruko.

"Sebenarnya dia (Harmid) tidak mau disuruh oleh orangtuanya (Sokdef), tapi malah dia (Harmid) ikut serta melakukan penggelapan," ujarnya.

Saat disinggung terkait Sokdef selaku pembina, namun masih mengurusi operasional dan uang yayasan. Sarbudin mengatakan bahwa ketika masih ada pengurus aktif, Sokdef tidak mengurusinya.

"Tahun 2008 kan pengurusnya lengkap, Sokdef tidak mengurusi itu. Uang masuk ke bendahara. Setelah habis masa jabatan pengurus (tahun 2013), belum diangkat, siapa lagi yang menerima uang sewa ruko? Kalau dibiarkan, ya enaklah penyewa itu," papar Sarbudin.

Sarbudin pun mengakui bahwa Sokdef kurang memahami aturan yayasan. Sehingga, ketika masa jabatan habis di tahun 2013, tidak ada pemilihan pengurus yang baru.

"Pembinanya (Sokdef) tamat SD. Ini kan bidang keagamaan, bukan seperti sekolah. Yang tua-tua semua di situ. Cemanalah tahu hukum," tutupnya.