JAKARTA - Direktur CMEES (Central for Energy Economics Studies), Kurtubi menilai, ada aspek kelalaian pemerintah dalam hal ini Pusat Geologi di Dinas ESDM (Energi dan Dumber Daya Mineral) dalam melakukan pemetaan wilayah aman dan rawan menyusul munculnya gas dan lumpur di sebuah pesantren di Pekanbaru, Riau.

Pasalnya, cukup menjadi pengetahuan umum bahwa kandungan minyak dan gas terbesar di Indonesia berada di perut bumi Riau. Ini diketahui sejak zaman kolonial Belanda.

"Betul (ada kelalaian itu, red). Mestinya dipetakan lebih detail, demi keamanan rakyat dan untuk produksi Migas itu sendiri. Itu lah gunanya pemerintah," kata Kurtubi kepada GoNews.co, Jumat (5/2/2021).

Menurut Alumnus Colorado School of Mines, Institute Francaise du Petrole yang pernah duduk di Komisi VII DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia) itu, Dinas ESDM setempat juga sebenarnya tidak memiliki hambatan regulasi untuk melakukan pemetaan tersebut.

Sejauh ini pemerintah telah melakukan survey-survey geologi tapi motifnya, kata Kurtubi, "Untuk mencari minyak, bukan untuk mengamankan rakyat,".

Sekarang, setelah semburan gas dan luapan lumpur telah membanjiri salah satu pesantren di Pekanbaru, Riau tersebut, yang harus dilakukan pemeritah adalah mengkaji volume yang akan keluar agar mitigasi bisa lebih tepat. Pemerintah juga harus segera menetapkan apakah gas dan lumpur tersebut memiliki kandungan berbahaya atau tidak.

"Gas berbahaya itu ada Etana, Metana, C1, C2, C3, C4, H₂S. Harus segera dilakukan tindakan-tindakan, pemerintah tidak boleh letoy," kata Kurtubi.

Sebelumnya, semburan gas keluar dari lubang galian sumur air minum di Pesantren Al-Ihsan, Tenayan Raya, Pekanbaru, Riau, pada Kamis (4/2/2021).

Hingga Jumat, area pesantren telah dibajiri oleh lumpur yang juga keluar dari lubang tersebut. Beberapa bagian bangunan pesantren dikabarkan rusak. Warga pesantren juga diungsikan. ***