LABUHANBATU - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kabupaten Labuhanbatu melakukan konseling terhadap seorang siswa SMK N 2 Rantauprat yang dibebaskan polisi karena kedapatan membawa bom molotov saat aksi unjuk rasa 30 September 2019 kemarin di depan Gedung DPRD Labuhanbatu.

Hal ini dilakukan setelah Kapolres Labuhanbatu mengabulkan dengan syarat agar si anak harus didampingi lembaga perlindungan anak yaitu PPPA dan pihak sekolah untuk menjamin penangguhan MV.

Mewakili Dinas PPPA, Kabid Perlindungan Hak Perempuan dan perlindungan Khusus Anak membenarkan hal pendampingan pelajar pembawa bom molotov.

"Setelah Kemarin diputuskan oleh Bapak Kapolres Labuhanbatu, hari ini kami turun langsung ke sekolah SMK 2, saya di dampingi oleh tim yaitu psikolog (Indrawati Sinaga, S.Psi) beserta Adkokad Hukum (Linda Guswana SH). Alhamdulillah adik kita tersebut bisa kembali belajar ke sekolahnya," ungkapnya, Rabu (2/10/2019).

Walaupun suasana yang dirasakan pasti berbeda, namun pada kesempatan itu mereka menjumpai Kepala sekolah SMK 2 dan menjelaskan maksud kedatangan tim untuk memberikan penguatan dan konseling serta pembinaan kepada siswa tersebut.

"Agar dia juga tahu apa yang dilakukannya adalah salah dan tidak mengulang kembali di masa yang akan datang. MV harus meminta maaf kepada pihak sekolah dan semua siswa, karena atas perbuatannya tersebut sudah meresahkan pihak sekolah dan semua temannya dan harapan kami juga kepada pihak sekolah dan semua siswa agar jangan menghindar serta memojokkannya," pintanya.

Terpisah, Kepala Sekolah SMK 2 Ratu, Jabahot Simamora mengucapkan terima kasihnya kepada Kepala Dinas PPPA yang diwakilkan Hj. Tuti Noprida Ritonga.

Dirinya juga mengaku resah akan diamankannya salah seorang siswa mereka.

"Padahal hari itu saya sudah mengimbau ke semua siswa untuk tidak ikut aksi demo dan pagarpun saya kunci. Tapi rupanya pada hari itu anak kita tersebut tidak masuk sekolah. Mungkin dari rumah sekolah, tapi tak sampai ke sekolah," bebernya.

Dalam kesempatan itu, dirinya menyampaikan, pengawasan anak bukan hanya tanggung jawab sekolah saja, melainkan juga keluarga.

"Untuk itu kerjasama yang baguslah antara pihak sekolah dan keluarga. Dalam kasus ini semua terlibat dalam sistem, karena 1 orang termasuk pemerintah melalui perlindungan anak yang masih sayang terhadap dia. Tapi janganlah tuntutan ini seolah olah kesalahan sekolah. Marilah kita saling bekerjasama dalam menyelesaikan masalah, tidak saling menyalahkan. Artinya kalau memang perbuatan yang demikian kita lihat prosesnya sejauh mana tindak lanjutnya, kalau segi penyidikan pihak sekolah akan tetap membantu. Hanya saja moral dan mentalitasnya perlu diperbaiki baik secara psikologis dari perlindungan anak," harapnya.

Linda gusnawan SH, dari pihak hukum menjelaskan, saat mengetahui ada anak yang terlibat dalam aksi demo di depan gedung DPRD Kabupaten Labuhanbatu, pihaknya selaku dari Tim UPTD PPA merespon dan menyikapinya.

"Demo hari Senin 30 September lalu di mana anak tersebut telah diproses di Polres Labuhanbatu dan statusnya sebagai tersangka. Oleh keluarga telah diajukan penangguhan penahanan, mengingat kondisi anak yang masih dibawah umur dan status pelajar serta masih berusia 15 tahun 2 bulan," jelasnya.

Permohonan penangguhan penahanan dikabulkan Polres Labuhanbatu, hingga akhirnya si anak dapat pulang dengan orangtuanya pada Selasa.

"Dengan ini kami menyikapinya mengingat kondisi anak yang masih harus mendapatkan hak hak atas dirinya terutama hak pendidikannya. Meskipun kita tidak membenarkan tindakan yang telah dilakukannya, namun tetap harus mengutamakan serta mengedepankan kepentingan anak sesuai dengan UU perlindungan Anak dan UU sistem peradilan pidana anak," tandasnya.

Secara mental dan sosial psikolog hidup, lanjut dia, pelajar ini adalah korban dari keluarganya yang bermasalah. Ibu dan ayahnya telah berpisah, sehingga si anak diasuh oleh neneknya bersama dua orang adiknya.

"Setelah dari sekolah kami berkunjung ke rumah MV bertemu dengan opungnya. Karena orangtuanya berpisah, sehingga MV beserta adik adiknya ikut sama opungnya yang sudah tua. Dengan Kondisi opung yang begini, jadi merasa terkejut dan sedih, karena hari harinya, MV setelah pulang sekolah hanya membantu opung untuk bersih bersih rumah dan jaga warung. Sebagai ganti orangtuanya, si Opung juga meminta maaf atas kekhilafan yang telah dilakukan cucunya kepada semua pihak," tukas Linda Gusnawan.