MEDAN - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Utara (Walhi Sumut), Dana Tarigan menyampaikan bahwa Walhi tidak ada ikut terlibat dalam kampanye Orangutan bersama Yayasan Ekosistem Lestari (YEL). 

Saat diwawancarai mengenai dukungan YEL soal pembangunan PLTA Batangtoru dan keterlibatan Walhi dalam kampanye Orangutan ini, Dana menyebut hal itu mungkin di ujung bersatu isunya.

"Karena kita berkampanye bahwa ada persoalan terkait pembangunan PLTA ini. Infrastuktur, perizinan, gempa dan segala macam dan terakhir Orangutan. Mungkin kepentingannya bersatu di atas. Jadi kayak mengkerucut. Walaupun kami tidak hanya berbicara soal Orangutan. Kami punya kepentingan yang lebih besar termasuk bahwa perizinan yang bermasalah tadi. Walaupun kami menyinggung Orangutan, jadi mungkin sampai di ujungnya. Ada kepentingan yang sama terkait Orangutan, walaupun hanya satu poin saja yang menyebut Orangutan. Kita lebih besar kepentigannya termasuk kepentingannya di Sumatera Utara. Mungkin itu pengkerucutannya. Ada isu yang dianggap sama soal penyelamatan Orangutan. Soal metodenya, Walhi silakan jalan tapi dengan catatan kita punya persyaratan yang kita ajukan misalkan, itu urusan lembaga masing-masing, metode mengadvokasinya,. Kalau Walhi jelas tidak tahap mengurusi atau tidak. Kita tahap koreksi ada masalah di pembangunan ini," ungkap Dana saat ditemui di kantor Walhi Sumut, Jalan Bunga Wijaya, Senin (8/4/2019) sore.

Disinggung soal koordinasi antara YEL dan Walhi mengenai lingkungan dan kampanye orangutan agar bersama-sama, Dana menyampaikan kalau itu tidak terlalu kelihatan.
"Karena menurut kita bahwa semua lembaga yang berbau lingkungan itu berhak untuk mengkampanyekan. Soal misalnya kita mengeluarkan press rilis lalu kemudian wartawan internasional sesuai pendapat mereka, itu kan teknis mereka. Walaupun kita sangat kecewa, Sofyan Tan mereka mendukung PLTA Batangtoru. Kekecewaan Walhi tidak hanya pada Yel, tapi semua lembaga konservasi. Walhi itu kan baru ini ngomongin spesies. Tapi mereka kok diam ya spesies ini bermasalah. Tidak hanya di YEL, tapi semua lembaga konservasi. Itu urusan mereka (kapanye Orangutan), bukan Walhi. Kita ini hanya bicara keadilan ekosistem. Jadi kita ambillah salah satunya bahwa ada bermasalah terkait Orangutan. Apalagi kita dengar bahwa itu spesies baru," akunya.

Dirinya juga merasa agak kesal ketika disinggung soal sejauh mana kampanye Orangutan. Hanya saja, Dana menyebut bahwa Walhi tidak pernah mengkampanyekan Orangutan secara khusus.

"Kalau berbicara Batangtoru ke perusahaan, saya sampaikan semuanya. Soal wartawan ngambil Orangutannya saja, apa mau kubilang, gak bisa kumarahi. Abang pun kalau cuma mau ngambil soal Orangutan, ya terserah. Tapi intinya saya sudah sampaikan yang sebenarnya. Jadi kalau ditanya bagaimana kampanye soal Orangutan? Walhi itu tidak hanya berbicara soal Orangutan kalau berbicara PLTA. Termasuk Batangtoru," ungkapnya.

Pada kesempatan itu, Dana menyebut konsen Walhi antara lain soal perizinan, advokasi masyarakat, dan lingkungannya.

"Saya sebetulnya cukup aneh melihatnya. Tidak hanya YEL, tapi semua lembaga konservasi ini, yang selama ini menangani Orangutan, kok diam. Padahal ini urusan mereka. Kenapa kayak Walhi aja yang diserang. Anehnya juga menurut saya, orang luar negeri ini nanyak Orangutan ke saya. Makanya ketika mereka tanya saya ke email, saya jawab secara utuh. Walaupun di berita-berita itu selalu diambil soal Orangutan saja. Apakah itu seksi di Eropa, di luar negeri, itu urusan mereka," bilangnya.

"Waktu aksi-aksi Walhi di Bank of China, Konjen China, kita memaki topeng Orangutan. Itu sebenarnya performance art biar di mata media ini menarik," tandasnya.

Di lain sisi, Dana Tarigan menjelaskan, Walhi sebagai lembaga yang konsen tentang alam ini pada dasarnya tidak menolak sebuah pembangunan, khususnya PLTA Batangtoru.

"Kita itu fokusnya energi baru terbarukan, yang kita lawan itu pembangkit listrik fosil karena sangat mempengaruhi perubahan iklim. Terkait di Batangtoru, dari Tarutung sampai Tapsel ada beberapa PLTA skala kecil kita tidak pernah ributi, malah kita didukung," kata Dana.

Protes yang dilakukan Walhi, lanjut Dana, dikarenakan adanya sejumlah permasalahan sejak proses awal.

"Mula masuknya Walhi Sumut soal PLTA Batangtoru adalah terkait ganti rugi di tanah yang di Batangpaya, Sipirok yang mereka bilang sudah selesai. Ini kok lama ya ganti ruginya. Akhirnya kita telaah apa masalahnya, ternyata setelah kita cari AMDAL nya ke DLHK ada masalah, tidak ada kajian terkait keberadaan PLTA Batangtoru yang berada di Patahan Batangtoru. Ketika ditanya hal itu mereka akui belum ada kajiannya. Alasan mereka akan dibuat di kajian lain. Ini kan dokumen publik, kita cek di mana-mana tidak ada kajiannya. Itu tahun lalu, 2018," ungkapnya.

Tidak hanya itu, pihaknya juga menyoroti pembendungan air sepanjang 12 kilometer yang akan masuk ke terowongan PLTA. Di mana, bendungan itu ditutup kurang lebih 18 jam dan dibuka kembali pada 16 jam berikutnya seperti yang tertulis di AMDAL.

"Alhasil 12 kilometer ini, debit air berkurang. Sejauh mana mereka memitigasi masyarakat, atau lahan yang sepanjang itu terkena dampak. Kita tidak temukan itu di dalam AMDAL. Apa solusi mereka untuk debit yang berkurang dan bertambah?," ujar Dana mempertanyakan.

Dampak pembangunan PLTA Batangtoru, jelas dia, juga berdampak pada distribusinya Orangutan Tapanuli di Cagar Alam Sibualbuali ke populasi di Blok Barat dan Blok Timur.

"Jadi dari keterangan saksi ahli yang kita datangkan dari Belanda, peneliti primata, Serge Wich, kita membahas soal pembangunan infrastruktur PLTA mulai dari jalan dan Sutet itu akan memfragmentasi Orangutan, akhirnya akan terus-terusan terjadi perkawinan sedarah yang akan membahayakan," ungkapnya.

Kemudian, imbuh Dana, ada ahli mangrove asal USU, Honrijal, yang menyatakan sudah ada melakukan kajian bioversity terkait pembangunan PLTA Batangtoru.

"2012 AMDAL pertama dia ikuti mengkaji, terus di adendum terakhir 2016, kok kajian biodiversity tak ada lagi. Padahal dampaknya dari 510 MW itu kan dampaknya besar, mitigasi flora dab faunanya besar. Terus kita surati dia mengaku tak pernah terlibat dalam kajian AMDAL terakhir, tapi kok bisa ada tandatangannya. Jadi rupanya tandatangannya dipalsukan dan itu sudah kita laporkan. Jadi menurut Walhi ini (AMDAL) nya cacat prosedur," ungkapnya.

Dengan dalih itu semua, Walhi pun mempertanyakan kenapa proyek PLTA sebesar itu, dengan nilai investasi puluhan triliun kajian AMDAL nya seperti itu.

"Kemudian masyarakat yang di hilir, yang dibawa ke pengadilan, masyarakat Sipirok, Marancar, Batangtoru ada di bawah aliran sungai, mereka mengaku ditanya tidak ada sosialisasi soal akan berkurangnya debit air PLTA Batangtoru. Mereka berhak tahu itu," sebutnya.

Sehingga sebelum Walhi menggugat, pihaknya sudah mengirimkan surat ke Pemprov Sumut setahun lalu, sebulan tak ada surat balasan untuk diskusi projek tersebut.

"Di sini sebenarnya organisasi-organisasi pemerintah seperti BKSDA mereka menengahi untuk memfasilitasi masalahnya apa. Baru setelah digugat mulai ribut. Jadi Walhi tidak ujuk-ujuk mendaftarkan gugatan," ungkapnya.

Terakhir baru-baru ini keluar press rilis yang kabarnya dari Walhi Sumut tertanggal Kamis 21 Februari yang arahnya lembaga ini menolak pembangunan PLTA Batangtoru karena pola banjir-kering di hilir Sungai Batangtoru berimplikasi pada perusahaan Tambang Emas Batangtoru, PT Agincourt Resources yang membuang limbahnya Sungai Batangtoru di sebelah hilir PLTA.

"Dan rilis itu saya pastikan palsu. Walhi tidak pernah membuat pres rilis dalam bentuk PDF. Kami biasa membuat pres rilis dalam bentuk word sehingga bisa di-copy paste. Saya sedang mencari itu siapa pelaku, akan kami laporkan ke polisi. Tidak sulit itu mencarinya," ungkapnya.

Terakhir ketika ditanya soal apakah adanya kerjasama antara Walhi Sumut dengan lembaga seperti Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) yang konsen soal Orangutan, Dana menyatakan secara langsung tidak ada.

"Namun hal itu bisa saja mengerucut ke sana bila kaitannya soal PLTA Batangtoru yang menganggu distribusi Orangutan tapanuli. Namun, soal pembangunan kami tak sepaham, karena YEL sendiri mendukung, bisa dicek di portal-portal berita. Dukungan itu diutarakan aktivis dari YEL, Sofyan Tan, itu pada Oktober atau September 2018 lalu," sebutnya.

Menurut Dana, Walhi pada dasarnya tidak konsen soal Orangutan melainkan pada lingkungan.

"Malah yang konsen itu seperti YEL, kalau Walhi itu soal ekosistemnya. Namun, entah kenapa seolah-olah selama ini Walhi konsennya soal Orangutan tapanuli. Padahal soal masalah PLTA Batangtoru ini, terkait keberadaan Orangutan itu adalah poin terakhirnya. Tapi mungkin karena itu yang seksi ya isunya," pungkas Dana.