MEDAN - Soal Kasus dugaan korupsi IPA Martubung, pihak PT PLN dan PT KAI menegaskan tidak menghambat proses perizinan pembangunan EPC IPA Martubung.

Hal ini disampaikan Zainuddin dari PLN Wilayah Sumut dan Abdul Aziz dari PT Kereta Api Indonesia (KAI) saat memberikan kesaksian untuk terdakwa Staf Keuangan PT Promits LJU Flora Simbolon dan PPK EPC IPA Martubung, Ir M Suhairi diruang Cakra 9 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan.

Kedua saksi menyebutkan bahwa masing-masing pihak langsung memproses pengajuan permohonan perizinan yang diajukan PDAM Tirtanadi.

"Kalau masalah perizinan dari pihak kereta api langsung turun sehingga ada beberapa titik pemasangan pipa yang melintasi atau berada dikawasan rel kereta tidak ada permasalahan. Dan izin tersebut langsung dari Dirjen PT KAI,"ucap Abdul Aziz.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Zainuddin dari pihak PLN Sumut, bahwa permohonan izin pemasangan pipa juga telah dikeluarkan oleh pihak manajemen PLN.

Dalam sidang tersebut, Zainuddin juga menerangkan sekaitan uang senilai Rp118 juta tersebut merupakan biaya pemasangan instalasi listrik pada tiga titik lokasi di IPA Martubung.

"Kalau untuk itu memang sudah ada kontraknya,"ucapnya.

Namun keduanya, tidak mengetahui soal keterlambatan proyek. Dimana keduanya menyatakan bahwa instansi mereka telah mengeluarkan izin karena proyek tersebut untuk kepentingan publik.

Persidangan sedikit memanas ketika saksi Asisten Bidang Perencanaan proyek EPC IPA Martubung, Oky Setiawan dalam kesaksian terlihat gugup soal mekanisme pelaksanaan proyek yang mengalami keterlambatan karena perizinan. Ia hanya tahu bahwa proyek EPC IPA Martubung sudah beroperasi dengan 200 liter/detik.

Bahkan selama sidang ketika majelis hakim yang diketuai Sapril Batubara dan penuntut tipikor Kejari Belawan, Nurdiono menanyakan adanya adendum dalam proses pengerjaannya, ia mengaku tidak seluruhnya mengetahui tentang progress proyek.

Ia hanya menyebutkan bahwa tugasnya adalah membantu PPK proses perencanaan proyek, diantaranya membuat HPS kemudian diserahkan ke PPK kemudian disetujui bagian Divisi Operasional PDAM Tirtanadi dengan nilai proyek Rp 58 M bersumber dari penyertaan modal PDAM Tirtanadi sebesar Rp 200 Milyar pada 2012.

Diakuinya juga mengetahui pemenang lelang yakni Promits LJU dan mengaku kenal dan pernah ketemu dengan terdakwa dilokasi proyek. Sedangkan Nilai Rp 58 M berdasarkan pengalaman dan pembanding pemasangan sebelumnya Hamparan Perak dan Sunggal debet air 2500 per detik ditempat lain serta menyusun perizinan.

Saksi juga menjelaskan perubahaan perubahaan dalam pengerjaan scada, daya listrik dan beberapa item hanya diketahui bukan disetujui oleh perencanaan maupun PPK akan tetapi penyedia jasa. Saksi juga menerangkan kontrak EPC ditentukan oleh PPK atau Kuasa Pengguna Anggaran(KPA).

Sementara hasil pengusutan tim JPU, bila alat yang dipakai sesuai dengan spesifikasi kontrak, kerugian negara sebesar Rp18 miliar tersebut bisa diselamatkan. Karena alat yang disebutkan dalam kontrak juga bisa menghasilkan debit air 200 liter per detik.

Usai mendengarkan keterangan ketiga saksi maka sidang dilanjutkan pada Rabu (26/12), dengan agenda masih keterangan saksi.*