JAKARTA - Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) DPR RI mengadakan seminar nasional bersama Jaringan Pemerhati Industri dan Perdagangan (JPIP).

Seminar yang mengusung tema "Strategi dan Amtisipasi Pengembangan Industri dan Perdagangan" tersebut diselenggarakan Kamis, 30 Agustus 2018 di Ruang rapat Pansus B, Gedung Nusantara II DPR RI.

Wakil Ketua Fraksi Partai Hanura DPR RI, Capt Djoni Rolindrawan dalam sambutan saat membuka kegiata ini mengatakan perkembangan industri dan perdagangan nasional sebagai barometer dari pertumbuhan ekonomi Indonesia, sedang giat melaksanakan pembangunan yang berkesinambungan, yang meliputi, kegiatan industri, perdagangan dan infrasturuktur.

Menurutnya, upaya mendorong percepatan sektor industri dan perdagangan merupakan implementasi dari nawa cita pemerintahan Jokowi-JK, seperti meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa lain di Asia.

"Sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional, sektor industri dan perdagangan memegang peranan yang menentukan," kata Capt Djoni.

Ia berharap, melalui seminar nasional ini para peserta seminar dapat berperan aktif mendiskusikan dan memberi masukan konstruktif terkait dinamika perindustrian nasional dengan mencari formulasi strategi dan antisipasi dalam pengembangan industri dan perdagangan Indonesia sehingga dapat menjadi bahan masukan berarti bagi Fraksi Partai Hanura khususnya Komisi VI DPR RI.

Wakil Ketua Umum Partai Hanura, Benny Pasaribu dalam pemaparan materinya menjelaskan terkait strategi industrialisasi Indonesia 2045 yang fokus pada industri prioritas berbasis sumberdaya dan kearifan lokal menuju negara industri maju terbesar ke-4 dunia.

Menurut Benny, sektor prioritas industrialisasi 2045 adalah industri pertanian, industri maritim, industri pariwisata, dan industri kreatif, sementara strategi kebijakan industrialisasi meliputi pengembangan sumber daya manusia, pengembangan teknologi dan daya saingĀ  pengembangan infrastruktur, pengembangan iklim usaha dan pembinaan pelaku usaha dan wirausaha baru.

Sementara Dewan Pembina Jaringan Pemerhati Industri dan Perdagangan, Maizar Rahman dalam pemaparan materinya mengatakan, negara maju dan modern apabila memiliki sektor perindustrian yang mandiri dan berdaya saing global.

Secara kualitatif sasaran tahun 2035 yakni kemandirian dan daya saing ekonomi tinggi, dimana Indonesia sudah masuk ke dalam zona negara maju yang berpenghasilan tinggi.

"Ada 4 syarat terwujudnya sasaran 2035 yakni, daya saing tinggi, kemandirian pangan, kemandirian energi dan kedaulatan sumber daya air," jelas Maizar.

Namun menurut Maizar ada beberapa kendala dan hambatan yang dihadapi seperti, praktek dan kasus-kasus mafia ekonomi, pungutan liar, biaya dan penyediaan energi yang tidak kompetitif, buruknya pelayanan publik, bunga bank tinggi, masalah infrastruktur lembah dan sengketa lahan, buruknya koordinasi antar instansi dan lembaga pemerintah, dan masih banyak hambatan lainnya.

Untuk itu ia menyarankan beberapa solusi diantaranya, perlunya menetapkan paket kebijaksanaan ekonomi lanjutan untuk mewujudkan Indonesia masuk masuk sebagai negara maju berpenghasilan tinggi, perlunya kajian komprehensip terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan untuk mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri, membangun dan menerapkan teknologi dan komunikasi, membangun dan mengembangkan konsep global value chain (GVC), membangun sentra-sentra produksi di daerah penghasil komoditi pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan.

Seminar nasional ini hadir pula Kepala Pusat Standardisasi Industri Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian, Yan Sibarang Tandiele.

Dalam materinya terkait arah kebijakan dan strategi pengembangan industri nasional memaparkan pusat perkembangan ekonomi Indonesia masih di Pulau Jawa. Struktur perekonomian Indonesia secara spasial tahun 2017 masih didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa yang memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 58,49 persen, kemudian diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21,66 persen.

"Kontribusi Industri dalam perekonomian Nasional, industri pengolahan non-migas sebagai kontributor utama PDB Indonesia," jelas Sibarang.

Sedangkan Sekertaris Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan Martin Simanungkalit dalam materinya mengatakan ada masalah utama ekspor Indonesia, disamping kondisi perekonomian global, terjadinya trade war US-China.

Ekspor Indonesia selama 50 tahun ditopang oleh Natural intensive products. Surplus perdagangan disebabkan karena kenaikan harga komoditas, bukan nilai tambah. Untuk itu, Indonesia akan mendorong industri berorientasi ekspor dan meningkatkan ekspor barang-barang yang bernilai tambah tinggi.

Seminar nasional ini dihadiri ratusan para pelaku usaha dan merupakan bagian dari kelanjutan kegiatan Jaringan Pemerhati Industri dan Perdagangan (JPIP).***