MEDAN- Penduduk miskin di Sumatera Utara (Sumut) masih tergolong tinggi dikisaran 9,22% dari total penduduk. Jumlah penduduk miskin di Sumut mengalami penurunan tipis sebesar 1,6 ribu jiwa dalam satu semester terakhir dari 1.326.570 jiwa pada September 2017 menjadi 1.324.980 jiwa pada Maret 2018.

Kepala Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumut, Mukhamad Mukhanif menyebutkan, berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada Maret 2018, menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Sumut sebanyak 1.324,98 ribu jiwa atau sebesar 9,22% terhadap total penduduk.

“Kondisi ini memperlihatkan bahwa jumlah dan persentase penduduk miskin di Sumut mengalami penurunan dimana kondisi September 2017 jumlah penduduk miskin 1.326,57 ribu jiwa atau sebesar 9,28%. Ada penurunan jumlah penduduk miskin 1,6 ribu jiwa dengan penurunan persentase sebesar 0,06%,” kata  M Mukhanif, di Medan Rabu (1/8/2018) di Kantor BPS Sumut.

Mukhanif menyebutkan, faktor-faktor yang diduga mempengaruhi penurunan tingkat kemiskinan di Sumut pada periode September 2017-Maret 2018 tersebut antara lain, pada periode tersebut secara umum inflasi relatif terkendali yaitu sebesar 1,72%. Begitu juga dengan harga eceran komoditas penting relatif stabil.

Selain itu, lanjutnya, pada periode November 2017-Februari 2018, beras sejahtera (rastra) telah lancar disalurkan ke rumah tangga. Kemudian tingkat pengangguran terbuka mengalami sedikit penurunan yaitu dari 5,60% pada Agustus 2017 menjadi 5,59% pada Februari 2018. Pertumbuhan ekonomi juga mengalami peningkatan dari 4,50% pada triwulan I 2017 menjadi 4,73% pada triwulan I 2018.

Mukhanif juga menjelaskan, untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang, digunakan batas Garis Kemiskinan. Penduduk miskin adalah yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Pada Maret 2018, garis kemiskinan Sumut sebesar Rp 435.970,- per kapita per bulan. Untuk daerah perkotaan, garis kemiskinannya Rp448.363 per kapita per bulan, dan untuk daerah pedesaan Rp 421.586,- per kapita per bulan.

“Dibanding September 2017, garis kemiskinan Sumut pada Maret 2018 naik 2,90% yaitu dari Rp 423.696,- menjadi Rp435.970,- per kapita per bulan. Garis kemiskinan perkotaan naik 2,16%, sedangkan di pedesaan naik 3,54%,” jelasnya.

Dia juga mengungkapkan, komoditi makanan memberikan sumbangan terbesar terhadap Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun perdesaan. Beras masih berperan sebagai penyumbang terbesar Garis Kemiskinan.

Keempat komoditi makanan lainnya sebagai penyumbang terbesar Garis Kemiskinan di perkotaan adalah rokok kretek filter, ikan tongkol, telur ayam ras, dan cabai merah. Sedangkan di pedesaan empat komoditi makanan penyumbang terbesar garis kemiskinan adalah rokok kretek filter, cabai merah, telur ayam ras, dan gula pasir.

Sedangkan untuk komoditi bukan makanan, biaya perumahan masih berperan sebagai penyumbang terbesar Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun perdesaan. Empat komoditas tersebut di perkotaan adalah bensin, listrik, biaya pendidikan dan biaya angkutan. Sedangkan di pedesaan yaitu bensin, biaya pendidikan, listrik dan perlengkapan mandi.

Lebih lanjut Mukhanif mengatakan, persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin saja. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan tersebut.

“Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan yang menyangkut kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan,” pungkasnya.