MEDAN - Tempahan selama 33 tahun sebagai prajurit Angkatan Darat pasca lulus dari AKABARI Tahun 1985, menjadikan Letjen Purn Edy Rahmayadi menjadi sosok yang tegas dan berani dalam bersikap. Khususnya yang berkaitan dengan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Untuk urusan nasionalisme dan kebangsaan, suami dari Dra Hj Nawal Lubis dan ayah dari Siti Andina R, Siti Andira Ramayana dan Gilang Prasetyo R ini tak kenal kompromi.

Selain AKABRI, pendidikan Militer yang pernah dienyam Edy Rahmayadi Sussarcab inf (1985), Selapa/inf (1992), Selapa II/inf (1995), Seskoad (1998), dan Lemhanas (2011).

Sepanjang karirnya di angkatan darat, Putra almarhum Kapten TNI Rachman Ishag ini pernah menjabat sejumlah Jabatan Strategis. Di antaranya Komandan Resimen Taruna Akademi Militer (2010), Deputi Bidang Bidang Pemantapan Nilai Kebangsaan (2013), Panglima Divisi Infantri I Kostrad (2014), Panglima Kodam I Bukit Barisan (2015), Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (2015-2017).

Namun, di tahun 2018 Edy Rahmayadi harus rela mengubur cita-citanya untuk mencapai pangkat tertinggi di angkatan darat.

Jenderal bintang tiga ini menanggalkan pangkat dan jabatannya hanya karena tak rela melihat kampung besarnya, Sumatera Utara terus tertinggal dari Provinsi lain.

Edy tak tega jika suatu saat nanti, anak cucu dan para generasi muda hanya mendengarkan cerita kalau di Tahun 70-an hingga 80 Sumatera Utara pernah berjaya sebagai Provinsi yang berdaya saing dan disegani oleh Provinsi lain.

"Jangan sampai kelak, anak cucu kita sengsara. Ibarat pepatah, tikus mati di lumbung padi. Sumut ini terus tertinggal dengan Provinsi lain. Di segala bidang kita mulai tertinggal. Untuk mengejarnya kita tak bisa pakai gigi dua ini," ujar Edy saat mengunjungi Kabupaten Kota di Kepulauan Nias beberapa waktu lalu.

Di sejumlah kesempatan dan pertemuan dengan masyarakat Edy memang kerap menyuarakan kalau penanganan persoalan Sumut tidak bisa dianggap sepele.

Ibarat sebuah kapal yang besar, Provinsi Sumut harus dinahkodai sosok yang memiliki komitmen tinggi, tegas, berani, jujur dan iklhas untuk mengembalikan martabat masyarakat Sumut.

Oleh karenanya Edy sangat menyayangkan jika ada upaya oknum-oknum tak bertanggungjawab mencoba mengotori alam demokrasi di Provinsi Sumut.

"Bangsa ini dibangun dengan tetes darah dan air mata dari para pejuangan dengan latarbelakang agama, adat istiadat, budaya dan yang berbeda-beda. Jadi jangan coba-coba memecah belah rakyat. Sebagai putra daerah Sumut saya tidak akan tinggal diam ada yang coba-coba merusak kedamaian di Sumut yang kita cintai ini," ujar Edy lagi.

Sebagai Provinsi yang kaya akan sumberdaya alam dan manusianya, tidak sepatutnya masih banyak masyarakat yang berada digaris kemiskinan.

Masyarakat Sumut seperti halnya di Kepulauan Nias juga masih belum merasakan pemerataan pembangunan. Tak salah menurut Edy jika saat ini sebahagian besar masyarakat Nias merasa dianaktirikan dan menginginkan membentuk Provinsi baru.

"Kalau melihat kondisi pembangunan dan masyarakat di Kepulauan Nias ini saya pikir sangat wajar jika saudara-saudara saya disini minta jadi Provinsi. Tapi bukan itu persoalan utamanya. Mari kita fokus dulu bersama-sama membangun Sumut ini termasuk Kepulauan Nias. Begitu banyak potensi yang seharusnya bisa mengangkat kesejahteraan rakyat kita. Pemerataan pembangunan jelas harus dilakukan," ujar Edy.

Saat melakoni lawatannya di Kepulauan Nias, Edy juga kerap menyampaikan kalau ia masih memiliki kelemahan saat berkomunikasi dengan masyarakat sebagai warga sipil. Namun secara jujur dirinya mengakui sedang belajar menjadi seorang sipil yang baik.

"Dua bulan yang lalu saya masih seorang prajurit berpangkat Letnan Jenderal. Saya sadar saya masih kesulitan berkomunikasi layaknya sipil. Tapi saya akan berusaha. Tapi yakinlah, membesarkan Sumut ini tidak membutuhkan basa-basi dan sekedar janji-janji. Sekarang Rakyat Sumut butuh tindakan nyata," ujarnya.

Namun, di balik pembawaannya yang tegas, mantan Panglima Kodam I BB ini dikenal sebagai sosok yang pria yang berhati lembut. Hal ini terlihat setiap kali dirinya berinteraksi dengan masyarakat khususnya saat berkunjungan ke daerah-daerah.

Hampir di setiap kesempatan Edy akan terenyuh jika melihat masyarakat miskin dan meminta-minta.

Seperti saat mengunjungi Pasar Pekan Tetehosi, Idanogawo, Nias, langkah Edy terhenti melihat seorang wanita tanpa memiliki lengan dan kaki yang utuh duduk berpanas-panasan di jalanan pajak yang becek dan tak rata. Tanpa basa-basi Edy langsung memerintahkan relawan yang mengikutinya untuk mengangkat wanita yang akhirnya diketahui bernama Anariang Laoly ke sebuah warung makanan yang tak jauh dari lokasi duduknya semula.

Di setiap kesempatan bertemu masyarakat, Edy memang kerap meneriakkan keprihatinannya terhadap kondisi masyarakat Sumut yang nasih banyak jauh dari kata sejahtera.

Padahal menurut Edy Provinsi Sumut merupakan surga kecil pemberian Tuhan yang seharusnya bisa mengangkat kesejahteraan rakyatnya.

"Apa yang tidak ada di Sumut ini. Emas, Batubara, minyak, perkebunan, hasil laut, danau salah satu terbesar di dunia pun ada. Tanah kita subur. Tapi masih banyak rakyat kita yang tak cukup makan tiga kali sehari. Pasti ada yang salah dengan kita ini. Kita tidak pernah jujur dengan diri kita sendiri," ujarnya.

Kebiasaan lainnya yang kerap membuat simpati masyarakat adalah kecintaan Edy terhadap anak-anak. Hampir di setiap kunjungannya kemasyarakat Edy berkesempatan menggedong anak kecil.

Bahkan Edy tak segan-segan memohon agar dirinya diijinkan menggendong anak kecil dari gendongan orangtuanya.

Dan rasa sayang terhadap anak-anak tidak hanya ditunjukan Edi kepada masyarakat tetapi terhadap anak-anaknya di rumah. Bahkan hingga saat ini Edy masih turun tangan membelikan keperluan harian untuk putra-putrinya. Termasuk juga hobi berbelanja ke pasar tradisional untuk membeli kebutuhan dapur yang hingga saat ini masih dilakoninya.

Di balik pembawaannya yang keras, Edy memang kerap menunjukkan sisi lembutnya. Khususnya saat berdapan dengan masyarakat-masyarakat yang secara ekonomi maupun secara fisik memiliki kekurangan.