MEDAN - Tim Pemenangan dan Tim Advokasi-bantuan hukum Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah (ERAMAS) menolak kesepakatan sepihak yang dibuat Bawaslu Sumut terkait kampanye di Ramadhan. Sebab, Tim ERAMAS tidak pernah membuat kesepakatan tersebut dengan Bawaslu. Seperti diketahui, Bawaslu Sumut mengeluarkan surat yang mengklaim telah bersepakat terhadap dua paslon Pilgubsu pada kampanye bulan Ramadhan.

"Bentuk kesepakatan bersama itu kami tolak karena kami tidak pernah merasa membuatnya, bahkan sampai saat ini kami belum menerima surat tersebut," tegas Wakil Ketua Tim Pemenangan Sugiat Santoso didampingi Ketua Koordinator Tim advokasi dan bantuan hukum Eramas, Adi Mansar Lubis di Posko Pemenangan Eramas, Jalan Rivai Medan Jumat (18/5).

Dalam surat itu dijelaskan kesepakatan yang diklaim Bawaslu Sumut itu untuk menjaga kesucian bulan Ramadan.

"Ini keliru, tanpa Bawaslu pun kesucian Ramadan wajib dijaga umat. Apalagi Umat Muslim," imbuh Sugiat yang juga Ketua KNPI Sumut tersebut.

Selain itu, ada beberapa kesepakatan dalam surat tersebut dinilai melanggar UU dan membatasi ruang gerak untuk beribadah.

Di antaranya yakni pasangan calon, tim kampanye, partai politik dan relawan dilarang menyampaikan ucapan selamat menyambut Bulan Ramadhan, ucapan menjalankan ibadah puasa, selamat sahur, selamat berbuka menjelang magrib, selamat nuzul Quran, serta ucapan selamat Hari Raya Idul Fitri dalam bentuk iklan di televisi, radio, media cetak dan elektronk, penyebaran jadwal imsakiyah, buku saku tuntutan ibadah Ramadan, selebaran serta brosur.

Kemudian, pasangan calon, tim kampanye, partai politik dan relawan juga dilarang menyampaikan kuliah atau ceramah selama bulan Ramadan dan Idul Fitri di tempat ibadah serta dilarang membagikan infaq, sedekah, tunjangan hari raya, bingkisan lebaran yang bertujuan kampanye.

Aturan tersebut dinilai Sugiat berlebihan dan mengada-ada. Penyaluran zakat, infak, sedekah, serta ceramah di rumah ibadah merupakan bagian dari dakwah.

Menurutnya, banyak tim kampanye maupun relawan yang berprofesi sebagai ustaz atau dai dan sudah memiliki jadwal ceramah sepanjang Ramadan. Hal itu seharusnya tidak bisa dilarang.

“Sila pertama dalam Pancasila itu, Ketuhanan yang Maha Esa, dan kita diberi kebabasan untuk menjalankan perintah agama dalam UU. Kenapa malah dilarang? Penyaluran infaq dan sedekah seharusnya tidak menjadi otoritas Bawaslu untuk mengatur itu. Selama ini Umat Islam bebas berinfak dan bersedekah. Melarang ini berarti menyamakan infaq dan sedekah sebagai money politik, itu bentuk penistaan agama dan sudah keterlaluan,” tegasnya.

Surat kesepakatan itu dibuat berdasarkan rapat koordinasi Bawaslu tanggal 14 Mei 2018. Dalam surat yang beredar tersebut dikatakan hal itu merupakan kesepakatan bersama.

Namun selaku tim pemenangan ERAMAS, Sugiat mengaku tidak pernah membuat kesepakatan tersebut dengan Bawaslu.

Di tempat yang sama, Ketua Kordinator Advokasi dan bantuan Hukum ERAMAS, Adi Mansar menyebutkan kesepakatan tersebut tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk membatasi ruang gerak seseorang.

Bersedekah, memberi THR dan lainnya, di samping agama juga sudah menjadi budaya bagi masyarakat Sumut.

“Apa yang dilakukan Bawaslu tidak menjaga imparsialitas Bawaslu sendiri. Ibadah dalam bentuk apapun tidak boleh dilarang. Oleh karena itu kami minta Bawaslu Sumut untuk meninjau ulang apalagi tidak semua pihak setuju dengan keputusan itu,” tegasnya.

Sekretaris Tim Pemenangan ERAMAS, Sandri Alamsyah menyebutkan sebelumnya memang ada undangan dari Bawaslu untuk rapat koordinasi dan pihaknya telah mengirim utusan ke rapat tersebut.

Namun sampai rapat berakhir, Tim Pemenangan ERAMAS tidak menandatangani apapun dan meminta agar keputusan rapat disampaikan ke posko pemenangan untuk dipelajari. Namun tiba-tiba, Bawaslu Sumut telah menerbitkan keputusan dan tersebar di media sosial.