MEDAN - Menurut Pengamat Ekonomi Sumatera Utara (Sumut), Gunawan Benjamin tekanan terhadap mata uang rupiah belum mereda pada saat ini. Bahkan, kenaikan imbal hasil surat utang di AS yang mencapai 3% sejak tahun 2014 memicu terjadinya pelemahan pada seumlah mata uang khususnya mata uang di emerging market. “Hal ini mengakibatkan tertekannya rupiah yang saat ini walaupun masih di bawah Rp14.000 namun terus memiliki kecenderugan melemah,” katanya Rabu (25/4/2018).

Ditambah dengan perang dagang dan sejumlah isu geopolitik lainnya, kinerja mata uang rupiah diperkirakan sulit menguat dalam jangka pendek. Hal ini sangat merisaukan pelaku pasar bukan hanya di sektor rill namun demikian juga di pasar keuangan. Beberapa poin mendasar yang menjadi masalah adalah adanya kemungkinan penguatan US Dolar lanjutan.

“Saya melihat ada tren kemungkinan US Dolar masih perkasa terhadap sejumlah mata uang lain, yang bisa saja menekan Rupiah kembali. Pelemahan Rupiah belakangan ini lebih dipengaruhi oleh sentimen eksternal. Diluar kemampuan pemerintah dalam mengendalikannya. Sejumlah upaya dari dalam negeri yang bisa dilakukan dalam jangka pendek adalah dengan mengintervensi,” terangnya.

Tetapi intervensi seperti itu tidak sepenuhnya juga bisa meyakinkan pelaku pasar. Dalam menghadapi situasi seperti ini, kita sepenuhnya bergantung kepada otoritas moneter di Negara lain dalam melakukan upaya stabilisasi pasar.

Sekalipun tingkat imbal hasil surat utang di AS mengalami kenaikan. Namun saya tetap yakin tren penguatan US Dolar yang terlalu tajam juga merugikan perekonomian di AS. Sehingga akan tercipta titik keseimbangan baru nantinya yang menetralkan pasar. Walaupun sejauh ini kemungkinan tersebut belum akan terlihat dalam waktu dekat.

Lanjutnya, Pemerintah harus tetap di pasar guna memantau perkembangan rupiah belakangan. Tren pelemahan Rupiah ini implikasinya besar terhadap perekonomian. Ditambah lagi ada sjeumlah faktor lain yang membuat kinerja Rupiah sulit diprediksikan. Ada banyak variable eksternal yang sulit dikendalikan, dan saya melihatnya itu masih akan menjadi beban bagi pengendalian rupiah dalam jangka pendek.

“Sejauh ini menjelang penutupan perdagangan sore, rupiah diperdagangkan dikisaran 13.920 per US Dolar. Pelemahan rupiah di level tersebut pada hari ini membuat indeks saham terpuruk hingga 2% lebih,” pungkasnya. *