Medan - Beberapa hari ini, media sosial diramaikan dengan kemunculan kaos yang sablonnya bertulis "#2019 ganti presiden".

Postingan itu langsung jadi bahan "meme" para netizen. Tak lama kemudian bermunculan kaos tandingan yang tak kalah kreatifnya. Ada yang bertuliskan #ganti bini aja nggak bisa, kok mau ganti presiden. Adapula #2019 gak mau presiden jomblo dan sebagainya.

Menanggapi fenomena itu, Psikolog Irna Minauli dari Minauli Consulting menjelaskan, hal itu jangan dilihat sebatas kebebasan berekspresi, namun juga dapat dianggap sebagai katarsis atas semua perasaan yang selama ini dirasakan.

"Penyaluran emosi negatif itu dilakukan dengan mencantumkan sesuatu yang menjadi isi pikirannya. Jadi di satu sisi, hal itu merupakan sesuatu yang serius," ujarnya.

Dengan demikian, lanjut Irna, mereka yang memiliki kesamaan pikiran dan perasaan kemungkinan akan menunjukkan keberpihakannya.

Irna melihat masyarakat semakin berani memperlihatkan keberpihakan itu secara terang-terangan. Hal ini tentunya menimbulkan polarisasi, terlebih ketika menjelang masa Pilpres atau Pilkada.

Sebagian yang lainnya, mungkin menilai tulisan di kaos itu sebagai sesuatu yang tidak serius. Hanya ikut-ikutan atau sekadar counter balance dari masing-masing pendukung. Namun tetap patut diwaspadai dimensi politis di dalamnya.

"Bisa saja hal itu membuat keberpihakan bertambah atau malah berkurang. Bagi kelompok floating mass (massa mengambang) mungkin akan menentukan pilihannya hanya karena adanya 'psy war' ini," jelas Irna.

Dari sisi antropologis, Antropolog Koko Hendri Lubis, menganggap hal itu biasa saja. Di Eropa, perbedaan pendapat itu biasa saja. Malah musyawarah dianggap negatif konotasinya. Di sana menghargai pendapat yang berbeda. Kalau di Indonesia kayaknya belum terbiasa cara seperti ini. Dianggap menyerang lawan politik karena masih prematur dan masih jauh dari hari " H" nya.

Dari sejarahnya, kaos oblong memang bukan sekadar pakaian. Ia juga sebagai alat kampanye dan propaganda, terutama oleh kelompok-kelompok anti mainstream.

Kaos simbol kebebasan. Juga perlawanan terhadap kemewahan fashion kelompok egaliter dan kaum borjuis di Eropa. Di Amerika pada abad ke-19, kaos oblong diproduksi sebagai evolusi pakaian dalaman untuk para tentara.