Medan - Aksi protes mahasiswa atas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dinilai kurang tepat, bahkan terkesan kurang pengetahuan.

Hal itu dikatakan pengamat kebijakan pemerintah, Osriel Limbong. Alasannya, karena kenaikan harga dipicu beberapa hal, pertama naiknya harga minyak dunia. Kedua, perlu dipahami, Pertalite lebih baik daripada Premium, khususnya untuk ramah lingkungan.

Tentunya, lanjut Osriel, mahasiswa harus berpikir untuk mewariskan bumi yang lebih baik pada anak cucu. Ia pun menyampaikan, mahasiswa tidak boleh hanya berpikir jangka pendek.

Pada rezim sebelumnya, ia mengingatkan, berita naiknya BBM adalah sesuatu yang paling heboh se-nusantara, kecuali Papua.

“Antrian panjang di mana-mana bahkan di beberapa tempat di luar Jawa tidak kebagian stok saat diumumkannya BBM naik. Kenaikan ini juga dimanfaatkan betul mafia pangan untuk menaikkan harga dengan alasan beban biaya naik,” kata Osriel.

Bahkan, sambungnya, pada waktu itu kenaikan harga bahan bakar minyak dijadikan alat bargaining politik karena isunya sangat seksi. Ancaman bertebaran melalui media massa. Kalau BBM naik, negara rusuh.

Akhirnya, sebut Osriel, demi pencitraan BBM tidak jadi dinaikkan, yang hasilnya malah membebani keuangan negara karena terpaksa mensubsidi. Sebab, harga minyak dunia tidak bisa ditahan. Padahal, Subsidi BBM lebih dinikmati kalangan menengah ke atas.

“Itulah yang menjadi dasar mengapa pemerintah lebih memprioritaskan anggaran negara untuk subsidi langsung kepada warga kurang mampu terutama bidang pendidikan dan kesehatan," terang Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Prima Indonesia (Unpri) tersebut.

Kenaikan ini ia maklumi karena menurutnya, negara saat ini sedang mengalami pertumbuhan ekonomi, yang ditandai dengan keseriusan pemerintah melakukan pemerataan pembangunan infrastruktur dari Sabang hingga Marauke.

Pertalite dengan nilai oktan (Research Octane Number/RON) 90 yang mengalami kenaikan sebesar Rp 200. Masih lebih murah dibandingkan produk sejenis dari kompetitornya.

"Seperti Perfomance 90 produk milik PT Total Oil Indonesia dan Shell Regular milik PT Shell Indonesia yang masing-masing harganya sama yaitu Rp 8.400 per liter, dan Mogas 90 milik PT Vivo Energy Indonesia dengan harga Rp8.500 per liter," tambahnya.

Pemerintah menaikkan harga Pertalite, Sabtu (24/3) sekitar pukul 00.00 WIB. Kebijakan ini menimbulkan aksi protes dari Pemerintahan Mahasiswa (Pema) Universitas Sumatera Utara, Senin (26/3).

Terpisah, salah satu pengemudi taksi online, Abdul Rahman (27), tidak terlalu mempermasalahkan kenaikan harga Pertalite. Karena bagi dia, pertumbuhan ekonomi di sektor lainnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat.

"Menurut saya pemerintah memiliki perhitungan sendiri dan pertimbangan yang matang," ujarnya.