TAPTENG - Calon Wakil Gubernur (Cawagub) Sumatera Utara, Sihar Sitorus berziarah ke makam Pahlawan Nasional asal Sibolga, almarhum Dr Ferdinand Lumbantobing di Jalan Sibolga Barus Km 25, Kecamatan Kolang Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Rabu (28/3/2018).
  
Sihar mengatakan, ziarah ke makam mantan Menteri Urusan Transmigrasi bukan tanpa alasan. Sosok Ferdinand Lumbantobing yang menjadi bagian dari orang yang mengorbankan jiwa dan raganya demi bangsa dan negara ini pada masa penjajahan. Almarhum juga adalah mantan Gubernur Sumatera Utara tahun 1948 - 1949. "Almarhum adalah sosok yang tidak  mengakui penjajahan. Beliau berontak dan melawan atas penjajahan yang dilakukan Jepang pada masanya," ungkap Sihar.
  
Sihar yang didampingi pengurus PDI Perjuangan Kabupaten Tapteng dan Sibolga, relawan Djarot-Suhar (Djoss) serta rombongan lainnya, menambahkan, almarhum Dr Ferdinand Lumbantobing menjadi sosok yang harus dicontoh. Semangat tinggi untuk lepas dari penjajahan dan tak rela melihat penindasan yang dilakukan terhadap rakyat Indonesia saat itu, membuat almarhum memilih menjadi pemberontak dan melawan Jepang. 
 
"Itu karena dasar kuat, keinginan yang kuat almarhum, untuk perubahan bagi Indonesia saat itu. Sama dengan perubahan yang diusung Djoss, semangat untuk perubahan bagi Sumut. Semangat menjadikan Sumut, Semua Urusan Mudah dan Transparan," tegas Sihar.
 
Dalam ziarah tersebut, Sihar mendoakan almarhum dan istri Ferdinand Lumbantobing dan menaburkan bunga di pusara keduanya. Almarhum Ferdinand Lumbantobing meninggal pada usia 62 tahun dan dimakamkan 10 Oktober 1962, berdampingan dengan sang istri, Ny Anna Faulina Elfringkoff Rincap Br Sitanggang, yang wafat 6 November 1977. "Semoga kita semua bisa menjadikan almarhum sebagai contoh untuk membuat perubahan dan membangun Sumut lebih baik ke depannya," pungkas Sihar.
 
Disadur dari berbagai sumber, Ferdinand Lumbantobing atau sering pula disingkat sebagai FL Tobing, lahir di Sibuluan, Sibolga, Sumatera Utara, 19 Februari 1899 – meninggal di Jakarta, 7 Oktober 1962 pada umur 63 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia dari Sumatera Utara.

Beliau dikukuhkan menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional 17 November 1962 Keppres No. 361 Tahun 1962. Ia lulus sekolah dokter STOVIA pada tahun 1924 dan bekerja di CBZ RSCM, Jakarta.
  
Pada masa pendudukan Jepang, ia diangkat menjadi dokter pengawas kesehatan romusya. Dengan perasaan sedih ia menyaksikan bagaimana sengsaranya nasib para romusya yang dipaksa membuat benteng di Teluk Sibolga. Karena itu, ia melancarkan protes terhadap pemerintah Jepang.
 
Akibatnya, ia dicurigai dan termasuk dalam daftar orang terpelajar Tapanuli yang akan dibunuh oleh Jepang. Ia terhindar dari bahaya maut sebab berhasil menyelamatkan nyawa seorang Tentara Jepang yang jatuh dari kendaraan.
  
Pada tahun 1943 ia diangkat menjadi ketua Syu Sangi Kai (Dewan Perwakilan Daerah) Tapanuli di samping anggota Cuo Sangi In. Pada masa awal Revolusi ia merupakan tokoh penting di Tapanuli.
 
Pada bulan Oktober 1945 ia diangkat menjadi Residen Tapanuli. Sebagai Residen, ia menghadapi saat-saat sulit ketika daerah Tapanuli dilanda pertentangan bersenjata antara sesama pasukan RI yang datang dari Sumatera Timur setelah daerah itu jatuh ke tangan Belanda dalam Agresi Militer I Belanda.
 
 
Dalam Agresi Militer II Belanda, ia diangkat menjadi Gubernur Militer Tapanuli dan Sumatera Timur Selatan. la memimpin perjuangan gerilya di hutan-hutan, naik gunung turun gunung. Setelah pengakuan kedaulatan, ia menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara, 1 Desember 1948 sampai Desember 1949.
 
 
Dalam Kabinet Ali I ia diangkat menjadi Menteri Penerangan Jabatan lainnya Menteri Urusan Hubungan Antar Daerah dan terakhir Menteri Negara Urusan Transmigrasi. Atas jasa-jasanya, banyak jalan yang disebut Jalan Prof Dr Ferdinand Lumbantobing. Termasuk di Sibolga namanya diabadikan sebagai nama satu rumah sakit negeri.