JAKARTA - Lembaga Kajian Pemilu Indonesia (LKPI) kembali merilis hasil survei jelang Pemilu dan Pilpres 2019 mendatang.

Salah satunya yang diteliti adalah mengenai hasil kinerja Pemerintahan Joko Widodo terutama yang menyentuh kesejahteraan masyarakat dan pengaruh suara masyarakat terhadap tingkat elektabilitas parpol juga tokoh yang punya potensi maju dalam pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Direktur Eksekutif LKPI, Arifin Nur Cahyono menyebutkan, survei ini menggunakan metode jajak pendapat dengan menjadikan 2178 Warga Negara Indonesia sebagai responden. Mereka berasal dari 456 Kota/Kabupaten di Indonesia.

"Survei dilakukan dalam kurun waktu 14 hari mulai tanggal 8 Desember sampai dengan 22 Desember 2017," ujar dia dalam keterangannya, Selasa (26/12).

Penentuan jumlah Responden, kata Arifin, ditentukan melalui jumlah populasi DPT Pemilu 2014 sebanyak 190.307.134 pemilih dengan mengunakan Metode Multistage Random sampling dengan tingkat kepercayaan 95% dan margin of Error -/+ 2,1 %.

Ia memaparkan, survei pertama berdasarkan demografi responden yang berpenghasilan tidak lebih dari 5 juta rupiah per bulan, yang berjumlah 62.7 persen dari 2.178 responden, dengan pertanyaan keadaan ekonomi keluarga mereka dalam masa pemerintahan Joko Widodo-JK.

"Hasilnya sebanyak 89,6 persen menyatakan keadaan ekonomi keluarga dalam memenuhi biaya kebutuhan hidup sangat sulit dan sebanyak 7,3 persen menyatakan pas-pasan saja namun harus gali lubang tutup lubang alias hutang tutup hutang setiap bulannya sedangkan 3,1 persen menyatakan cukup-cukup saja tetapi harus ada keperluan keluarga yang tidak bisa dibeli," paparnya.

Selain itu, bagi responden yang berpenghasilan lebih dari 5 juta tapi kurang dari 10 juta per bulan yang jumlahnya 29,8 persen dari keseluruhan responden, Arifin mengungkapkan bahwa sebanyak 76,6 persen menyatakan keadaan ekonomi keluarga mereka juga menurun dengan alasan naiknya harga harga barang yang selama ini mereka konsumsi.

"Juga sebanyak 22,8 persen menyatakan ekonomi keluarga mereka pas-pasan saja, tapi tidak bisa menabung jika tidak mengurangi komponen kebutuhan hidup mereka, sementara 0,6 persen menyatakan meningkat sedikit dan bisa menabung," kata Arifin.

Selain soal ekonomi, responden juga ditanya secara spontan soal partai politik mana yang akan dipilih jika pemilihan legislatif (pileg) digelar hari ini.

"Hasilnya dari 2.178 Responden sebanyak 20,7 persen akan memilih Partai Gerindra, Golkar 13,7 persen, PDIP 13,4 persen, PKB 7,6 persen, Partai Demokrat 6,1 persen, PAN 5,8 persen, PPP 5,2 persen, PKS 4,5 persen, Perindo 4,3 persen, Nasdem 3,6 persen, Hanura 1,3 persen dan tidak memilih sebanyak 13,8 persen," sebut Arifin.

Sementara dalam pertanyaan tertutup kepada responden ketika ditanyakan parpol mana yang akan dipilih pada pileg 2019, maka dari data jawaban yang ditemukan adalah Partai Gerindra dipilih sebanyak 23,7 persen.

Selain itu, lanjut Arifin, PDIP 14,2 persen, Golkar 14,1 persen, Partai Demokrat 6,8 persen, PAN 6,6 persen, PKB 6,4 persen, PKS 5,7 persen, Perindo 4,8 persen, PPP 3,4 persen, Nasdem 3,1 persen dan Hanura 1,1 persen.

"Sedangkan mereka yang tidak menjawab atau tidak memilih sebanyak 10,1 persen" katanya.

Arifin menilai, stabilnya elektabilitas Partai Golkar karena partai tersebut sigap dalam melakukan deklarasi dukungan terhadap Joko Widodo pada Pilpres 2019. Sementara, meningkatnya pilihan masyarakat pada Partai Gerindra tak lepas dari sosok sang Ketua Umum, Parbowo Subianto.

"Gerindra dianggap konsisten dengan sikap politiknya selama periode pemerintahan Joko Widodo-JK, sekalipun menjadi oposisi juga bukan oposisi yang serta merta tidak mendukung program pemerintah selama ini," ujar Arifin.

Sementara untuk PDIP, katanya, menurunnya elektabilitas disebabkan oleh gagalnya pemerintah Joko Widodo dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi wong cilik selama berkuasa, dimana dahulu PDI Perjuangan saat menjadi oposisi sangat gigih menolak setiap kenaikan harga BBM dan gas serta tarif dasar listrik hingga kepala daerah pun ikut turun dalam aksi menolak kenaikan harga BBM.

"Tetapi saat Joko Widodo berkuasa, justru PDI Perjuangan menjadi partai pendukung kenaikan harga BBM, turunnya elektabilitas partai partai pendukung Joko Widodo selain Golkar tak lepas juga dari kesulitan ekonomi yang banyak dialami oleh para pemilih partai pendukung Joko Widodo di pemerintahannya," nilainya.

Arifin menuturkan, Partai Perindo besutan Harry Tanoesudibjo juga mengalami percepatan pengenalan oleh masyarakat karena Harry dinilai sangat pandai mengunakan medianya untuk terus melakukan promosi partainya melalui jaringan media yang dimiliki.

"Dalam hal ini, Perindo berhasil memiliki tingkat elektabilitas diatas partai Nasdem, PPP dan Hanura," ujar dia.

"Responden juga diberi pertanyaan tertutup dengan mengunakan kuisioner soal nama-nama calon potensial yang akan maju dalam Pilpres 2019," ungkapnya.

Mereka di antaranya, Presiden Joko Widodo, Ketum Gerindra Prabowo Subianto, Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, juga Politisi Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono.

"Hasilnya, nama Prabowo Subianto dipilih sebanyak 53,6 persen, Joko Widodo 19,4 persen, Gatot Nurmantyo 4,6 persen, Sri Mulyani 3,1 persen, Anies Baswedan 2,1 persen, Puan Maharani 2,8 persen, Tri Rismaharini 5,7 persen, Muhaimin Iskandar 2,1 persen dan Agus Yudhoyono 0,8 persen. Sementara yang tidak memilih sebanyak 5,8 persen," kata Arifin.

Lebih lanjut, LKPI juga memberikan pertanyaan spontan jika pemilihan presiden dilakukan hari ini. Jawaban responden pun menunjukkan bahwa ingatan mereka hanya tertuju pada tiga nama tokoh yaitu Joko Widodo yang dipilih sebanyak 26,4 persen, kemudian Prabowo Subianto dipilih sebanyak 50,7 persen dan Gatot Nurmantyo 10,7 persen, sementara sisanya tidak menjawab sebanyak 12,2 persen.

Di akhir, Arifin menegaskan bahwa hasil survei ini merupakan potret jelang pemilu 2019 yang dikaitkan dengan kinerja Joko Widodo selama memimpin pemerintahan Indonesia.

"Masih ada waktu 1 tahun bagi Joko Widodo untuk bisa mengangkat elektabilitasnya jika berhasil meningkatkan kesejahteraan wong cilik," pungkasnya. ***