MEDAN - Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) menggelar seminar nasional di kampus Jalan Mukhtar Basri Medan, Kamis (21/12/2017). Seminar tersebut digelar untuk membangun jiwa mahasiswa dalam aspek ekonomi kerakyatan berbasis religius.

Tampil sebagai pembicara tunggal mantan Menteri Negara Investasi Indonesia ke-3 di era Presiden BJ Habibie, Dr Ir H Marzuki Usman MA.

Rektor UMSU Dr Agussani MAP diwakili Wakil Rektor I UMSU Dr Muhammad Arifin Gultom SH MHum menyebutkan, ekonomi kerakyatan merupakan tema klasik yang selalu tetap menarik dan menggelitik untuk diperbincangkan. Menurutnya, secara sederhana ekonomi kerakyataan itu bisa didefenisikan sebagai sebuah sistem perekonomian yang tidak berbadan hukum dan berbasis kerakyatan.

"Tujuan dari ekonomi kerakyatan itu adalah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat yang berbeda dengan sistem perekonomian komando, liberal atau neo-liberas seperti sekarang ini," ujar Arifin.

Dikatakannya, meskipun tema lama, topik ekonomi kerakyatan sesungguhnya tetap penting untuk terus dieksplorasi. Terlebih, bila dikaitkan dengan nilai-nilai syariah atau religius seperti yang tercantum dalam tema seminar yaitu 'Membangun Ekonomi Kerakyatan Berbasis Nilai-nilai Religius'.

"Mudah-mudahan kita semua mendapat pencerahan dan wawasan kita bertambah, terutama berkenaan dengan soal ekonomi kerakyatan yang dikaitkan dengan nilai-nilai relegius," harapnya.

Sementara, dalam paparannya, Marzuki Usman menjelaskan, ekonomi kerakyatan dipahami sebagai suatu sistem yang membuat rakyat sebagai produsen menjadi kaya. Rakyat sebagai konsumen dapat menikmati sepuas-puasnya barang dan jasa yang selalu tersedia.

Dari sudut rakyat sebagai produsen, kata Marzuki, rakyat itu dikayakan dengan diberikan tanah dan ketrampilan serta keahlian. Rakyat oleh negara dibimbing untuk menjadi kaya melalui proyek-proyek percontohan.

Sedangkan, dari sudut rakyat sebagai konsumen, karena rakyat kaya negara menjadi kaya. Karena kaya, rakyat membayar pajak dan negara menjadi kaya.

"Melalui ekonomi kerakyatan, ekonomi dengan sendirinya akan semakin tumbuh dan berkembang. Selain itu, kesempatan kerja menjadi terbuka luas, pendapatan masyarakat naik dan pada gilirannya rakyat dapat menikmati sepuas-puasnya barang dan jasa yang selalu tersedia," jelasnya.

Diungkapkan Marzuki, istilah ekonomi kerakyatan muncul di Indonesia mulai pada tahun 1931. Gagasan ini dipopolulerkan oleh Bung Hatta dalam sebuah tulisan yang berjudul 'Perekonomian Kolonial-Kapitaal' dalam Harian Daulat Rakyat tanggal 20 November 1931.

Gagasan ekonomi kerakyatan yang diusung Hatta, sebenarnya bermula dari reaksi perlawanan ekonomi Indonesia terhadap penguasaan ekonomi oleh kolonialisme-VOC dan culturstelsel, serta pelaksanaan UU Agraria tahun 1870. Model ini sekarang dikenal dengan ekonomi liberal atau pasar bebas. Saat ini barangkali sudah tidak secara terang-terangan dijajah seperti zaman kolonialisme, namun dijajah melalui sistem ekonomi liberal (kapitalistik).

Namun begitu, Marzuki menilai kondisi selama ini yang berlaku di Indonesia bukanlah ekonomi kerakyatan. Melainkan, ekonomi liberal dan kapitalistik yang sama sekali tidak pro rakyat.

"Indonesia sekarang saatnya hijrah dari sistem yang tidak mensyukuri nikmat Allah ke sistem yang mensyukuri nikmat Allah. Indonesia hijrah dari miskin menjadi kaya, dari bodoh menjadi pandai, dari zalim menjadi adil, dan dari letoy menjadi bangkit," cetusnya.

Selain itu, Marzuki Usman sempat menyinggung soal mentalitas umat Islam sebagai mayoritas di negeri ini yang notabene selama ini sangat terbelakang dalam persoalan ekonomi. Menurut mantan Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, kondisi ini harus segera disadari oleh umat Islam Indonesia.

"Kita harus bangkit. Sudah saatnya umat Islam negeri ini berubah dari mustahiq menjadi muzakki. Dari mentalitas tangan di bawah menjadi tangan di atas," tegas Marzuki.

Untuk itu, kata Marzuki, dalam melakoni kegiatan ekonomi umat Islam harus lebih realistis. Umat Islam tidak usah malu dan tabu meniru mentalitas positif dari bangsa-bangsa lain yang faktanya jauh lebih maju, seperti China, Eropa dan lain-lain.

"Mereka maju karena memiliki mentalitas dan kultur yang maju dalam ekonomi. Misalnya, mereka dalam bekerja apapun selalu all-out, maksimal, total, fokus dan berupaya yang terbaik. Selain memiliki etos kerja yang tinggi, mereka juga memiliki mental berprestasi. Oleh karenanya, semua itu layak untuk kita tiru," sebutnya.

Marzuki menambahkan, kepada para mahasiswa diharapkan supaya selalu serius menuntut ilmu dan semaksimal mungkin bisa meraih prestasi akademik agar kelak mampu menghadapi persaingan dunia yang semakin kompetitif. Terlebih lagi, bila dikaitkan dengan pasar bebas yang mau tak mau harus dihadapi ini pada tahun 2020 nanti.

"Agar bisa bersaing, maka bangsa ini harus mempersiapkan kualitas SDM rakyatnya. Tanggung jawab utama ada di pundak mahasiswa," tandas Marzuki.