MEDAN - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Kejahatan memberikan tawaran kepada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) untuk magang. Tawaran itu disampaikan Ketua LPSK Dr Abdul Haris Semendawai SH LLM dalam kuliah umumnya, yang digelar di Kampus UMSU, Jalan Mukhtar Basri, Medan, Selasa (21/11).

"Tawaran magang ini bertujuan agar memiliki pengetahuan dan wawasan dalam memberikan perlindungan saksi serta korban kasus-kasus tindak pidana, ketika menekuni profesi sebagai penegak hukum yakni hakim, jaksa, polisi dan pengacara," ujarnya.

Diakui Abdul Haris, masyarakat di Indonesia tidak banyak mengetahui sepak terjang lembaga yang dipimpinnya. Hal ini karena sejatinya kerja LPSK lebih bersifat rahasia. Begitu juga halnya dengan perlindungan saksi di Amerika Serikat yang juga tidak dipublikasikan. Hanya saja di Indonesia, perlindungan saksi perlu dipublikasikan agar diketahui publik.

"Memang benar masyarakat tidak banyak mengetahui sepak terjang LPSK. Sehingga, kiprahnya kurang begitu populer di masyarakat," tuturnya.

Lebih lanjut dikatakannya, dalam proses seleksi pimpinan LPSK, bahwa nama-nama calon dan alamat juga perlu dipublikasikan. Padahal, jika di Amerika komisionernya justru dirahasiakan dan tidak diketahui.

"LPSK mempunyai peran dalam memberikan perlindungan bagi korban kejahatan. Hingga saat ini, banyak saksi dan korban tindak pidana kejahatan yang tidak mendapatkan perlindungan. Di indonesia, masih banyak masyarakat yang tidak peduli terhadap korban kejahatan," sebut dia sembari menegaskan, adapun bentuk perlindungan LPSK yakni memberikan penggantian kerugian koban baik secara fisik, materi dan psikologis.

Menurut dia, korban sebagai pihak yang paling merasa dirugikan dengan adanya tindak pidana kejahatan. Ketika KUHAP lahir hak-hak korban belum diatur secara jelas.

Sementara dalam UU No.13/2006, diatur adanya hak-hak saksi dan korban, juga mekanisme perlindungan saksi dan korban. LPSK dalam hal ini sebagai bentuk adanya pengakuan hak asasi manusia di Indonesia.

"LPSK bukan sebagai penegak hukum, melainkan hanya sebagai lembaga perlindungan dalam kasus pidana. Ranahnya adalah proses peradilan pidana dimulai dari tahap penyelidikan hingga putusan tetap. Perlindungan yang dilakukan menyangkut fisik yakni menjaga keamanan dan pengawalan saksi dan korban tindak pidana dari serangan pihak lain," terang Abdul Haris.

Dilanjutkannya, adapun beberapa hak-hak korban yang diberikan perlindungan adalah hak memberikan keterangan tanpa tekanan, mendapat penerjemah, bebas dari pertanyaan menjebak, meminta perkembangan kasus, dan meminta putusan pengadilan. Hak-hak tersebut merupakan sesuatu hal baru yang perlu diketahui oleh publik maupun mahasiswa yang sejauh ini banyak belum mengetahuinya.

"Selain itu, hak untuk meminta identitas baru, mendapat kediaman baru atau rumah aman, memperoleh biaya penggantian transportasi, mendapat nasihat hukum, bantuan medis yakni memulihkan mental korban dan saksi, seperti mengurus pemakaman. Restitusi sebagai ganti rugi yang muncul dibayarkan pelaku kejatahan terhadap korban," jabarnya.

Sementara, Wakil Rektor I UMSU Dr Muhammad Arifin Gultom SH MHum mengatakan, LPSK sebagai lembaga baru memang masih belum banyak dikenal publik di Indonesia. Padahal, peran LPSK dalam memberikan perlindungan terhadap korban tindak pidana merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan.

"LPSK lahir dengan landasan hukum UU No 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah dalam UU No 31 Tahun 2014 tentang LPSK," kata Arifin.

Ia menambahkan, diharapkan LPSK dapat merangkul mahasiswa-mahasiswa UMSU untuk bisa magang. Sehingga, dapat memberikan pemahaman secara praktek perlindungan hukum.