JAKARTA - Mata dunia saat ini melihat riwayat tenis Indonesia yang kini berada di titik nadir. Padahal, Indonesia pernah sangat terpandang di dunia tenis internasional. Di ajang SEA Games dan Asian Games, Indonesia sangat diperhitungkan.

Nama-nama seperti Justedjo Tarik, Atet Wijono, Tintus Arianto Wibowo, Suharyadi, dan Wailand Walalangi pernah mengukir sejarah dengan meraih medali emas sektor putra.

Untuk di sektor putri pun, nama-nama beken seperti Yayuk Basuki, Susana Anggarkusuma dan Angelique Widjaja benar-benar membanggakan dengan segudang prestasi.

Yayuk bukan hanya peraih dua emas Asian Games tetapi juga tercatat menjadi satu-satunya petenis Indonesia yang pernah bertengger di urutan 19 WTA untuk kategori tunggal dan sembilan untuk nomor ganda. Lalu, Angie yang berhasil membekuk sejumlah petenis hebat dunia seperti Dinara Safina, Anna Kournikova, Patty Schnyder serta Tamarine Tanasugarn.

"Tidak gampang membangun tenis Indonesia. Kini, materi pemain yang bisa diandalkan sulit didapatkan. Makanya, saya bilang dunia tenis Indonesia butuh figur seperti bu Martina Wijaya yang mencintai tenis dan bisa mengumpulkan dana. Sampai saat ini, saya salut dengan bu Martina yang sudah tidak menjabat Ketua Umum PB Pelti masih bersedia memberikan bantuan dalam persiapan Tim Tenis Indonesia menghadapi SEA Games Malaysia 2017 dan Asian Games Jakarta-Palembang 2018," kata Yayuk Basuki yang ditemui beberapa waktu lalu.

Memang, kata Yayuk, sulit mendapatkan figur seperti Martina Wijaya. Tapi, dia tidak menolak ketika disebut ada nama Rildo Ananda Anwar yang mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PB Pelti periode 2017-2021 dalam Musyawarah Nasional (Munas) Pelti di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 24-26 Nopember 2017.

"Saya sangat kenal dengan pak Rildo Ananda Anwar. Dan, saya juga tidak meragukan kecintaannya terhadap tenis karena dia pernah menjadi pemain tenis dan duduk di kepengurusan PB Pelti saat dipimpin Almarhum pak Moerdiono," katanya.

Menurut Yayuk yang juga anggota Komisi X DPR-RI, tantangan sebagai ketua umum PB Pelti cukup berat karena tidak adanya bibit potensial yang muncul sebagai pengganti petenis senior saat ini. Makanya, ketua umum perlu menyiapkan dana pembinaan yang cukup besar dengan menggelar berbagai turnamen tingkat nasional dan internasional.

"Dana itu mutlak dibutuhkan dalam upaya mengangkat kembali kejayaan tenis Indonesia ke depan. Bukan hanya menghimpun sponsor untuk membiayai petenis ke luar negeri tetapi juga menggelar turnamen tingkat nasional dan internasional di dalam negeri," katanya.

Ditemui di tempat terpisah, Rildo Ananda Anwar memang paham benar dengan menurunnya prestasi tenis Indonesia. Ia menyebut, keterpurukan tidak hanya terjadi di level permukaan, tetapi sudah menggerogoti hal-hal dasar. Pertama, tidak berjalannya sistem pembinaan yang baik. Sistem yang berjalan selama ini dinilai tak berjalan sesuai harapan, dan terlebih lagi tidak merata.

"Ini yang harus dibenahi. Saya ingin tenis menemukan kembali masa kejayaannya dan ini niat tulus dari dalam hati karena memang saya sejak usia 9 tahun sudah terjun di dunia tenis," ujarnya.

Selain itu, Inspektur Jenderal di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ini mengatakan, bagi para pemain muda saat ini tidak ada sosok panutan yang menjadi referensi sekaligus kiblat karir. Tak pelak tenis hanya dikenal dan diakrabi sekadar hobi, atau aktivitas sekenanya saja.

"Tenis dilakoni hanya sebatas aktivitas dan itu pun mulai merosot lagi minatnya karena mereka tidak memiliki idola di tanah air. Yang jelas, PB Pelti harus diurus orang-orang yang paham tentang tenis," ujarnya. ***