JAKARTA - Kritikan terus berdatangan memasuki tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Selain ekonomi yang masih belum membaik, kritikan juga dialamatkan kepada gaya kepemimpinan Jokowi yang suka one man show.

Anggota Komisi I DPR Fraksi PDI Perjuangan Effendi Simbolon menjelaskan bahwa kenapa sekarang Jokowi dianggap one man show, karena setahun dua tahun pertama menjabat, menteri-menterinya yang dari partai politik itu selalu mengklaim ke rakyat bahwa apa yang diberikan itu merupakan hasil mereka.

"Tidak pernah mereka sebut dari Pak Jokowi tuh. Bohong, kalau ada. Selama ini diklaim dari mereka," kata Effendi Simbolon, Jumat (20/10/2017).

Menurut dia, program yang menelan dana ratusan triliun buat rakyat selalu diklaim hasil dari perjuangan menteri yang dari parpol tersebut. Mereka sama sekali tidak pernah menyebutkan bahwa itu hasil dari kerja Jokowi. “Setahun dua tahun dulu begitu, diklaim mereka. Sekarang, pada gemetaran semua,” ujarnya.

Lebih lanjut Effendi menuturkan, sekarang ini ada pula oknum-oknum DPR yang berperilaku demikian. “Ada yang mengklaim semua karena saya, karena saya. Ini apa, ini semua ini nih uang negara, kok karena saya,” sindirnya.

Menurut Effendi, di era SBY koalisi partai politik pendukung pemerintah sangat tertib. Kalau sekarang, kata dia, koalisi sama sekali tidak tertib. "Takutnya pas di ruang rapat saja. Setelah keluar, ada di mobil, sudah seperti raja kecil semua," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, kapasitas Presiden Jokowi memang segitu-segitu saja dan tidak bisa ditingkatkan lagi.

"Jokowi ini one man show. Kadang sebagai presiden, gubernur, bupati, wali kota, mandor, manager sampai tukang bagi kaus dan sepeda, bagi kartu dan sebagainya. Ini one man show,” kata Fadli Zon dalam diskusi “Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi-JK” di gedung DPR, Jakarta, Jumat (20/10).

Menurut Fadli, seolah-olah Jokowi ini tidak punya pembantu yang bisa membantunya bekerja. Padahal, kata dia, sebenarnya Jokowi ini diharapkan seperti dirijen atau kondektur sehingga irama dan orkestra.

"Kalau semua dia mau mainkan sehingga  tidak ada simponi, tidak ada orkestranya," ujar Fadli.               

Bahkan kata Fadli, gaya kepemimpinan ini sebenarnya merupakan masalah besar. "Jadi, ini lebih kepada soal leadership bagaimana memainkan menteri-menteri,"katanya.

Dia mengatakan,  sekarang tidak terdengar menteri seaktif seperti zaman dulu. Kalau zaman orde baru, lanjut Fadli, kompetensi diberikan kepada menterinya. Sehingga menterinya merupakan orang-orang yang berkompeten.

Fadli berpendapat, sekarang kompetensi menteri-menteri itu diambil alih Jokowi. Akibatnya, kebijakan dan hal yang berdampak baik atau buruk langsng berdampak kepada Jokowi sendiri. “Leadership one man show tidak akan menyelesaikan persoalan,” tegasnya.

Berbeda lagi dengan Wakil Ketua Komisi I DPR Syarif Hasan, dirinya mengatakan, pertentangan menteri-menteri di kabinet Jokowi harus dievaluasi.

Bahkan, kata dia, saat ini Jokowi dan JK juga malah bertentangan dalam hal pembentukan Densus Tipikor Polri. “Ini bisa menimbulkan ketidakpercayaan rakyat. Saya kira harus diakhiri,” kata Syarif di kesempatan itu.

Wakil ketua umum Partai Demokrat itu juga mengingatkan, apa yang dilakukan presiden itu haruslah untuk masyarakat luas, bukan hanya untuk dirinya sendiri. "Kalau begitu bukan pemimpin. Jadi, kami harapkan apa yang kurang itu diperbaiki," ungkap Syarif. ***