MEDAN - PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divisi Regional (Divre) I Sumatera Utara sudah menutup 12 dari 227 perlintasan tak resmi atau liar hingga September 2017. Terbaru, KAI Divre I Sumut melakukan penutupan perlintasan tidak resmi di kilometer (Km) 18+9/0 dan Km 19+0/1 lintas Medan-Binjai. Vice President PT KAI Divre I Sumut, Aslikan mengatakan, penutupan perlintasan tidak resmi bertujuan untuk menekan angka kecelakaan di palang pintu perlintasan dan ruang manfaat jalur kereta api. Tercatat, jumlah kecelakaan di pintu perlintasan selama Januari hingga September 2017 sebanyak 80 kali.

"Jumlah itu meningkat dari 2016 yang sebanyak 52 kali," kata Aslikan didampingi Manager Humas PT KAI Divre I Sumut, M. Ilud Siregar, Selasa (10/10/2017).

Dijelaskannya, penyebab kecelakaan yang terjadi di palang pintu perlintasan dan ruang manfaat jalur kereta api akibat pengguna jalan masih tidak disiplin dalam melewati perlintasan, seperti dengan membuka perlintasan tidak resmi/liar. Ada juga masyarakat yang melanggar pintu yang sudah tertutup, atau kurang hati-hati dan tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas.

"Kemudian, ada juga pengendara tidak melihat kanan-kiri, serta adanya hewan ternak peliharaan yang tidak dijaga oleh pemiliknya," jelasnya.

Sementara Manager Humas PT KAI Divre I Sumut, M. Ilud Siregar, mengimbau agar masyarakat tidak membuat perlintasan tak resmi/liar di atas jalur kereta api, sebagaimana ketentuan Pasal 92 UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian yang menyebut, pembangunan jalan, jalur kereta api khusus, terusan, saluran air dan/atau prasarana lain yang memerlukan persambungan/perpotongan dan/atau persinggungan dengan jalur kereta api umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (2) harus dilaksanakan untuk kepentingan umum dan tidak membahayakan perjalanan kereta api.

Kemudian, pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapat izin dari pemilik prasarana perkeretaapian. Pembangunan, pengoperasian, perawatan dan keselamatan perpotongan antara jalur kereta api dan jalan menjadi tanggung jawab pemegang izin.

Selanjutnya, sesuai ketentuan Pasal 201 UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, tertulis bahwa setiap orang yang membangun jalan, jalur kereta api khusus, terusan, saluran air, dan/atau prasarana lain yang menimbulkan atau memerlukan persambungan, perpotongan, atau persinggungan dengan jalan kereta api umum tanpa izin pemilik prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud Pasal 92 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).

"Lalu, sebagaimana ketentuan Pasal 94 UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, untuk keselamatan perjalanan kereta api dan pemakai jalan, perlintasan sebidang yang tidak memiliki izin harus ditutup. Penutupan perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah," terang Ilud.

Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) Amanna Gappa, mengapresiasi langkah manajemen KAI Sumut yang menutup perlintasan tidak resmi tersebut.

"Kita bersama-sama ingin, jangan sampai ada stigma bahwa kereta api berbahaya. Padahal, memang masyarakat yang melakukan pelanggaran aturan atau tidak hati-hati," sebut Amanna.