MEDAN-Rencana Kementerian Pertanian (Kementan) untuk membuka cetak sawah seluas 500 hektare di Sumatera Utara (Sumut) akhirnya gagal.

Alasannya, pertama, tidak ada dana untuk pembangunan saluran intake atau pengambilan air dari sungai ke lahan yang mau dicetak. Kedua, rencana cetak sawah berada di daerah rawa yang notabene setiap tahun pada waktu tertentu bisa banjir dengan ketinggian air hingga 1,5 meter.

"Untuk itu perlu pembangunan tanggul atau irigasi dan drainase. Untuk itu kita programkan tahun depan membangun tanggul dan intake," kata Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Utara (Sumut) M Azhar Harahap kepada wartawan di Medan.

Karena kedua alasan itulah kata Azhar, maka kontrak cetak sawah tidak dibuat. "Kalau kita paksakan, sumber airnya dari mana. Kedua kalau terjadi banjir akibat hujan deras, pembuangannya kemana? Bisa-bisa sawahnya tenggelam karena tidak ada pembuangan airnya," jelasnya.

Makanya, lanjut Azhar yang didampingi Kabid Sarana dan Prasarana Jonni Akim Purba, tahun ini intake dan drainasenya dulu disiapkan, barulah tahun depan cetak sawah dilakukan.

Tadinya cetak sawah di Sumut dialokasikan di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) seluas 300 hektare dan di Madina 200 hektare.

Mengenai Survei Investigasi Design (SID) yang dilakukan sebelumnya, Azhar mengatakan, bahwa SID selesai dilakukan pada Desember 2016. Sementara perencanaan anggaran tahun 2017 sudah ditetapkan sebelumnya, sehingga dana untuk pembangunan intake dan drainasenya tidak tercover.

"Tadinya yang mau membangun itukan Balai wilayah Sungai (BWS), tapi mereka belum ada rencana membangun irigasi tahun ini. Jadi kita tunggulah sampai tahun depan," jelasnya.

Tidak terealisasinya cetak sawah itu di Sumut, sangat disayangkan anggota Komisi B DPRD Sumut Richard Sidabutar ketika dihubungi secara terpisah lewat seluler.

Menurutnya, dengan tidak terealisasinya cetak sawah itu berarti Sumut kehilangan potensi yang sangat besar di tengah terjadinya penurunan fungsi lahan pertanian, akibat alih fungsi lahan yang sangat besar akhir-akhir ini.

"Akibat kehilangan potensi itu, kita juga kehilangan kedaulatan pangan kita meskipun saat ini kita sudah surplus. Tapi apakah kita sudah berdaulat pangan," kata Richard.

Cetak sawah itu kata dia, dibuat untuk menambah luas baku lahan pertanian terutama sawah dari yang sudah ada selama ini. Dengan bertambahnya luas lahan pertanian berarti produksi yang dapat diperoleh juga akan meningkat.

Richard juga mengatakan, SID atau survei yang dilakukan pihak Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumut berarti tidak benar atau abal-abal. Harusnya, dalam survei itu sudah tergambar bagaimana kondisi area atau lahan yang akan dicetak.

"Kenapa harus di tengah tahun berjalan begini dibatalkan hanya karena alasan tidak ada intakelah, tanggullah dan lain-lain. Berati survei yang dilakukan hanya untuk menghabiskan anggaran saja. Ini perlu dipertanyakan," kata Richard.