MEDAN - Sebanyak 252 siswa masuk secara ilegal di 2 sekolah (SMA 2 & SMA13). Hal ini dikarenakan siswa tersebut diterima tidak berdasarkan mekanisme yang diatur dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Online. Jika masuk secara illegal, tentu ada norma dan kaidah yang dilanggar termasuk gratifikasi, pungli dan sejenisnya. Menanggapi hal tersebut, akademisi sosial politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor Siregar mengatakan, sistem itu (PPDB-Online) ternyata secara teknis prematur. Selain itu juga dicurigai menjadi peluang bagi agen untuk bermain.

"Bagi Saya soal seleksi bukan hal teramat penting, karena peningkatan populasi, tamat SMP dan diharapkan melanjut ke SLTA adalah sebuah keniscayaan yang harus ditanggungjawabi. Kalau tidak, apa arti program wajib belajar 12 tahun," ujar Shohib menjawab GoSumut, Minggu (3/9/2017).

Oleh karena itu, Shohib menegasakan, negara harus hadir menjawab masalah rakyat seperti disebut oleh Nawacita.

"Bayangkan dungunya negara memilih hal tidak prioritas memindah kewenangan pengurusan SLTA dari kabupaten/kota ke provinsi. Kapan negara tampil memenuhi kewajiban memberi pendidikan kepada warganya sebagai HAM?," tanya Shohib.

Dari itu, alumnus pasca sarjana Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta ini menyebutkan, jika negara punya tanggung jawab, ia tidak akan membiarkan daya tampung bermasalah terus.

"Lembaga-lembaga negara yang meributinya bukan tidak penting. Tetapi masalah utamanya adalah kelangkaan. Kelangkaan itu menjadi faktor untuk bermacam penyimpangan," sebut koordinator Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya ('nBasis) ini.

Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara (LHKP-PWMSU) ini menjelaskan, ketersediaan yang dimaksud ialah kesempatan dan kapasitas daya tampung sekolah milik negara.

"Belum lagi untuk pendidikan tinggi. Di aceh perguruan tinggi milik Ristek sudah banyak di kabupaten/kota. Di sumut hanya tiga (Unimed, USU dan Polmed)," jelasnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Rina Sari Ginting tidak bersedia menjawab ketika dikonfirmasi melalui aplikasi WhatApp seputar dugaan gratifikasi pungli dan sejenisnya karena ratusan siswa yang masuk tidak melalui mekanisme.

Informasi sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Sumatera Utara menemukan 252 siswa 'siluman' yang masuk di SMA 2 dan SMA 13 Medan tidak melalui mekanisme yang diatur. Padahal, Pergub Nomor. 52 tahun 2017 jelas melarang hal itu.