JAKARTA - Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI, KH Cholil Nafis menegaskan pemerintah perlu mendapatkan izin dari jamaah haji bila ingin menginvestasikan dana haji untuk pembangunan infrastruktur. Hal itu tegaskan Cholil menanggapi rencana pemerintah menginvestasikan dana haji untuk pembangunan infrastruktur.

''Secara garis besarnya perlu izin dari jamaah saat setor biaya haji melalui akad yang disepakati, demikian juga izin dari jamaah yang sudah setor sebelum undang-undabg nomor 34 tahun 2014 disahkan. Sebab sah dan tidaknya suatu transaksi adalah tergantung akadnya,'' ujarnya kepada republika.co.id, Ahad (30/7).

Apalagi, kata Cholil, calon jamaah haji yang menyetor sebelum 2014 sampai sekarang tak ada yang berniat atau memberikan izin dananya diinvestasikan untuk hal lain, termasuk infrastruktur.

Jika pemerintah tetap ingin wacana tersebut direaliasikan, izin dari jamaah pun harus dikantongi. Caranya bisa dengan teknologi.

''Mekanisme izin bisa dicari yang paling mudah untuk diumumkan kepada masyarakat melaui sarana teknologi yang tersedia saat ini. Mungkin juga BPKH menawarkan kepada jamaah siapa yang mau diinvestasikan dan siapa yang hanya menyetor untuk haji saja, sehingga di dalam akad itu jelas tak ada paksaan,'' ucapnya.

Kiai Cholil mengatakan, transparansi dalam akad pengelolaan keuangan haji juga sangat penting dilakukan.

Jika menggunakan akad wakalah, lanjut dia, maka BPKH hanya bisa menerima ujrah atau ongkos mengelola sesuai dengan kesepakatan dalam isi akad.

Kemudian, hasil dari investasi harus dikembalikan kepada calon jamaah pemilik dana sesuai dengan jumlah prosentasenya.

''Hasil investasi tak boleh kembali ke pemerintah atau dipakai biaya penyelenggaraan haji karena dana haji itu sebagian milik jamaah yang masih waiting list,'' kata dia.***