MEDAN – Di era sekarang ini kehadiran transportasi online membuat persaingan antar transportasi semakin sengit. Kemewahan dan kenyamanan dari transportasi menjadi pertimbangan bagi para penumpang. Kita bisa melihat saat ini jarang kita temui transportasi yang buruk, baik itu angkutan umum, ojek, dan becak. Sekarang pun begitu, jarang sekali kita dapati becak dayung disekeliling kita yang digunakan sebagai alat transportasi. Transportasi ini semakin hari semakin tersisih, sebab saat ini pengguna jasanya hanya segelintir saja. Padahal sebelumnya, transportasi beroda tiga ini umumnya ditemukan di sebagaian Asia, termasuk Indonesia. Biasanya becak dayung dibuat di bengkel sederhana sebagai industri perumahan dengan beberapa aspek desain seperti, menggunakan sepeda laki-laki ukuran dewasa dengan diberi perkuatan pada kemudi yang dihungkan dengan roda depan sepeda. Becak dayung juga didesain menggunakan rangka baja yang dihubungkan dengan roda ketiga pada sisi kiri serta mendukung kabin penumpang. Sedangkan kabin penumpang dibuat dari kayu dan tempat duduk dilapisi dengan jok busa. Untuk memperindah kabin, biasanya becak dicat dengan cat duko dan terkadang diberi gambar-gambar pada bagian belakang becak. Selain itu becak dayung juga dilengkapi dengan kanopi lipat, yang dilipat pada saat cuaca cerah dan ditutup pada saat matahari terik dan atau hujan.

Kita ketahui bahwa kapasitas normal becak adalah dua orang penumpang dan seorang pengemudi yang menggunakan sepeda untuk menjalankannya. Di Sumatera sendiri, becak telah menjadi salah satu transportasi darat favorit warga. Dahulu sebelum zaman berkembang dengan sangat pesat, becak masih menggunakan sepeda yang dikenal dengan becak dayung. Becak dayung adalah becak yang didayung dengan kekuatan kaki oleh pengemudinya. Di Sumatera, becak dayung memiliki model yang berbeda dengan becak di Jawa dan pulau-pulau lain di Indonesia karena pengemudinya berada di samping becak bukan di belakang seperti pada umumnya.

Seiring perkembangan zaman yang semakin canggih, becak dayung secara perlahan digantikan oleh becak mesin atau yang lebih dikenal dengan Betor (Becak bermotor). Hilangnya becak dayung disebabkan karena daya saing terhadap becak mesin yang bisa menempuh jarak jauh dengan waktu yang tidak lama. Sedangkan becak dayung sendiri, jarak tempuhnya relatif tidak jauh.

Tidak hanya itu, becak dayung juga tidak dapat digunakan di jalan yang ada tanjakannya sehingga tidak cocok dijadikan transportasi di daerah pegunungan. Becak dayung juga diperkirakan dapat mengganggu kelancaran lalu lintas karena kecepatnnya yang rendah terutama di kawasan yang padat. Selain itu, becak dayung juga dianggap sebagai angkutan yang tidak manusiawi. Belum lagi becak dayung membutuhkan waktu relative lama untuk sampai ke tempat tujuan. Ini juga menjadi kendala sendiri bagi para penumpang yang ingin menjadikan becak dayung sebagai transportasi.

Di samping kekurangan becak dayung yang sekarang mulai jarang kita temui, becak dayung sebenarnya juga memiliki hal positif, yaitu ramah lingkungan karena merupakan angkutan yang tidak menimbulkan polusi emisi gas buang, sehingga didorong pengembangannya dikota-kota modern, seperti di Berlin Jerman. Selain itu, becak dayung juga menyerap tenaga kerja, khususnya tenaga kerja tidak terlatih. Misalnya di daerah pesisir pada saat musim angin para nelayan yang tidak melaut, maka mereka menarik becak. Demikian juga di daerah pertanian, saat kegiatan pertanian sedang tidak ada, banyak petani yang menggunakan waktu luangnya untuk menarik becak.