MEDAN-Berkisar 70% petani padi di Sumatera Utara (Sumut) masih mengandalkan benih sendiri atau jaringan benih antar lapang (jabal). Selebihnya, telah beralih ke benih bersertifikat.


Bertahannya petani menggunakan benih jabal karena belum ada jaminan bagi petani jika benih akan tersedia sesuai dengan jadwal penanaman.

"Dari beberapa kali investigasi di lapangan, petani bertahan menggunakan benih sendiri karena benih bersertifikat selalu terlambat tersedia di pasar. Padahal, jadwal tanam sudah masuk dan saat petani sudah menanam, baru benih bersertifikat datang. Jaminan ketersediaan ini yang belum ada," kata pengamat pertanian Sumut Prof Abdul Rauf, di Medan.

Selain persoalan terkait jadwal tanam, jumlah benih padi bersertifikat juga kata dia, selalu tidak mencukupi kebutuhan petani. Penyebab lainnya, jenis benih bersertifikat yang tersedia tidak diminati petani. Sehingga beberapa petani memilih untuk menangkar sendiri benihnya. Karena selain ada jaminan untuk ketersediaan, benih padi pun sudah sesuai keinginan petani.

Begitupun, tetap ada keuntungan jika petani padi menggunakan benih bersertifikat. Karena itu, pemerintah dalam hal ini Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumut harus terus mendorong kesadaran petani akan pentingnya benih bersertifikat.

Juga harus mendorong penyediaan benih bersertifikat di tingkat petani/kelompok tani. "Penyediaan benih bersertifikat juga harus tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis dan tepat mutu. Dengan begitu, akan lebih mudah untuk menggaet petani meninggalkan benih jabal," kata Rauf.

Ketua Asosiasi Penangkar Benih Padi Sumut Legino mengatakan, penggunaan benih padi bersertifikat sebenarnya sudah terus digaungkan pihaknya. Hanya saja, sulit untuk meyakinkan petani padi meninggalkan benih jabal.

"Padahal lebih menguntungkan sebenarnya menggunakan benih bersertifikat. Dari hasil di lapangan, produksinya bisa sekitar 6-6,5 ton per hektare. Sedangkan benih jabal, paling tinggi sebanyak 5-5,1 ton per hektare," katanya.

Saat ini, kata Legino, sebanyak 78 penangkar benih padi bersertifikat telah bergabung di asosiasi. Benih yang dihasilkan mencapai 5.000 ton per tahun. Memang masih lebih rendah dari kebutuhan benih Sumut yang berkisar 9.000-an ton per tahun. Tapi pihaknya terus merangkul petani penangkar agar beralih ke benih bersertifikat.

"Dengan begitu, akan ada jaminan ketersediaan benih dan petani di Sumut tidak perlu lagi was-was bahwa benih tidak akan terpenuhi saat memasuki jadwal penanaman padi," kata Legino.

Dia menambahkan, pihaknya juga rutin melakukan pelatihan pada penangkar benih padi terutama untuk menyesuaikan varietas benih sesuai dengan daerah masing-masing. Dengan begitu, petani tidak perlu lagi menyesuaikan lahannya dengan benih yang ada. Karena penangkar benih sudah menyediakan benih sesuai dengan karakter lahan, iklim dan lainnya.

Jika penggunaan benih bersertifikat terus meningkat, kata Legino, tentu Sumut juga akan lebih mudah dalam mencapai target produksi padi. Seperti diketahui, Sumut mematok target produksi padi tahun 2017 sebanyak 5,2 juta ton atau naik sebesar 15,38% dibandingkan target tahun 2016 sebanyak 4,4 juta ton.

Untuk target tanamnya seluas 989.261 hektare dengan produktivitas diharapkan bisa di angka 52,61 kwintal per hektare.