JAKARTA - Fraksi pendukung pemerintah kecuali Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) kompak ingin presidential threshold tetap 20-25 persen pada poin Undang-Undang Pemilu yang diputuskan pada sidang paripurna yang berlangsung hingga Jumat (21/7/2017) dini hari.

Salah satu fraksi pendukung pemerintah, Partai Kebangkitan Bangsa mengakui akhirnya memilih opsi paket a yang salah satunya berisi presidential threshold 20-25 persen dikarenakan ingin kompak dengan fraksi koalisi pemerintah lainnya.

"Ya itu juga bagian (supaya kompak dengan koalisi). Artinya koalisi pemerintah itu adalah forum komunikasi untuk memungkinkan berkumpul. Jadi ini merupakan bagian komunikasi yang dilakukan PKB," kata Ketua DPP PKB Lukman Edy di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (21/7/2017).

Lukman mengungkapkan, pada awalnya PKB ingin memilih paket D dalam UU Pemilu. Paket D berisi poin presidential threshold 10-15 persen, Parlementary Threshold 5 persen, sistem pemilu terbuka, besaran kursi per dapil 3-8 dan metode konvensi suara saint lague murni.

Paket ini dianggap PKB paling ideal untuk diterapkan dalam Undang-Undang Pemilu. "Sebenarnya yang paling ideal itu paket D. Paket yang diajukan PKB. Hampir semua orang mengatakan yang paling ideal itu D karena di paket itu kita berhasil melakukan konsolidasi demokrasi 15 tahun lebih cepat dibanding konsolidasi secara gradual yang selama ini kita lakukan," jelasnya.

Pada akhirnya, dalam sidang paripurna pengesahan Revisi Undang-Undang Pemilu menjadi Undang-Undang ditetapkan memilih paket A yang berisi Presidential Threshold 20-25 persen, Parlementary Threshold 4 persen, sistem pemilu terbuka, besaran kursi per dapil 3-10, metode konvensi suara saint lague murni.

Sementara, empat fraksi, yaitu Gerindra, PKS, PAN dan Demokrat menyatakan abstain dalam sidang paripurna karena menolak presidential threshold tetap 20-25 persen. Mereka ingin presidential threshold nol.***