MEDAN-Harga karet kembali terpuruk dan kini sudah di bawah 200 Yen per kilogram (kg). Bahkan Harganya sempat jatuh di level 185 Yen per kg, meski bisa kembali ke kisaran 198 Yen per kg.

Lesunya perekonomian Tiongkok menjadi barometer terhadap perkembangan harga karet dunia. Sayangnya, sampai saat ini, perekonomian Tiongkok dikhawatirkan masih akan mengalami perlambatan.

"Ditambah lagi dengan ketersediaan cadangan yang melimpah sehingga sangat potensial membuat harga karet dunia terpuruk. Dalam jangka pendek, fluktuasi pada mata uang Yen juga akan memengaruhi kinerja karet dunia," kata pengamat ekonomi Sumut Gunawan Benjamin, kepada MedanBisnis, di Medan.

Pengaruh mata uang Yen terhadap pergerakan harga karet kata dia, karena saat Yen menguat, karet akan melemah dan sebaliknya. Begitupun, kinerja mata uang Yen tidak sepenuhnya menjadi "penentu" harga karet dunia karena ada faktor fundamental yang lebih kuat memengaruhinya.

Tapi dengan kondisi harga seperti ini, sudah bisa dipastikan harga karet petani akan mengalami penurunan. Dampaknya, daya beli akan terseret dan akan memberikan tekanan terhadap perekonomian Sumut secara menyeluruh. Apalagi, harga karet diperkirakan masih belum akan membaik jika merujuk pada performa perekonomian Tiongkok.

Petani karet di Dusun Damar Itam Kabupaten Langkat Suparno mengatakan, harga karet petani saat ini hanya Rp 7.000 per kg. Turun dari sebelumnya Rp 7.300 per kg. Meski sudah naik dibandingkan awal bulan Juni 2017 yang hanya Rp 6.500 per kg, tapi harga Rp 7.000 per kg sudah jauh di bawah harga ideal sebesar Rp 10.000 per kg.

"Sejak awal tahun 2017, harga karet memang sangat buruk. Jika dibandingkan dengan tahun 2016, harga saat ini bisa dikatakan benar-benar terpuruk. Karena tahun lalu, harga karet sempat menyentuh level Rp 13.000 per kg yang merupakan harga tertinggi sejak tahun 2012," kata Suparno.

Sebenarnya, harga Rp 7.000 per kg yang diperoleh petani karena mereka menjualnya ke agen. Sementara jika langsung ke pabrik, petani bisa mendapatkan harga Rp 8.300 per kg. Sayangnya, tidak semua petani karet memiliki akses masuk ke pabrik. Sehingga harus menjual getah karetnya ke agen dengan perbedaan hingga Rp 1.000 per kg.

Dikatakan Suparno, petani sangat berharap harga akan membaik dan bisa mendapatkan harga di atas Rp 10.000 per kg. Karena jika tidak, petani akan kesulitan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari dan tanaman karetnya akan dibiarkan begitu saja tanpa ada perawatan terutama untuk pemupukan.