JAKARTA - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak permohonan gugatan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, GKR Hemas. 

Dalam pertimbangannya, majelis PTUN Jakarta menyatakan tidak berwenang mengadili kasus penyumpahan Ketua DPD RI, Oesman Sapta Odang oleh Mahkamah Agung (MA).

"Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," ucap Abdullah Ujang saat membacakan amar putusannya di Gedung PTUN Jakarta, Jalan Sentra Timur, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (8/6/2017).

Sidang putusan ini dipimpin Ujang Abdullah dengan anggota majelis hakim Tri Cahya, dan Nelvy Christin. Majelis hakim menilai pera pemohon tidak memiliki wewenang dalam perkara ini. Selain itu legal standing para pemohon dalam perkara ini tidak dapat diterima. 

Dalam pertimbanganya anggota majelis hakim Nelvy Christin menyatakan penuntutan sumpah pimpinan DPD bukan kewenangan dari PTUN. Lantaran penuntutan itu merupakan acara seremonial.

Menanggapi putusan PTUN Jakarta soal polemik Ketua DPD RI, Oesman Sapta Odang (OSO), Pengamat Politik Maksimus Ramses Lalongkoe mengatakan, putusan PTUN tersebut memberikan dua kekuatan terhadap OSO yakni, kukuatan atau legitimasi secara hukum dan legitimasi secara politik.

Secara hukum, kata Ramses, OSO menjabat Ketua DPD legal dari aspek yuridis melalui putusan PTUN dan secara politik OSO juga memiliki kekuatan kewenangan dalam melakukan konsolidasi secara internal lembaga DPD.

"Putusan PTUN itu menunjukan pak OSO sah secara Yuridis dan juga secara politik," ujar Ramses di Jakarta, Kamis (8/6/2017).

Menurut Ramses, putusan ini juga dapat disimpulkan bahwa polemik yang terjadi di DPD pasca OSO terpilih sebagai Ketua DPD akan berakhir sebab semua anggota DPD harus tunduk dan taat terhadap hukum.

"Putusan inikan semacam memberikan sinyal bahkan dapat disimpulkan polemik di DPD akan segara berakhir dan tentu semua anggota DPD harus taat terhadap hukum," katanya. ***