MEDAN - Dalam diskusi bertemakan Bawaslu Sumut Mendengar gotong-royong Awasi Pilgubsu 2018, ternyata tak luput membahas sejumlah persoalan pokok lainnya diantaranya kampanye para balon dan strategi perbaikan pengawasan serta mendorong partisipasi luas masyarakat di Pilkada. Salah satu yang menjadi sorotan adalah banyaknya baliho, spanduk para bakal calon yang sudah terpasang di berbagai sudut. Namun meski disatu sisi mengganggu estetika, tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa baliho-baliho itu bisa ditindak oleh pengawas.

"Tidak ada aturannya untuk menindak itu. Saya kira kita perlu bersama-sama merancang bagaimana kita menyikapinya," kata anggota Bawaslu Sumut Aulia Andri yang juga hadir dalam diskusi tersebut di Jalan Sei Petani Medan, Selasa (23/5/2017) sore.

Persoalan kampanye menurut Aulia, adalah persoalan klasik yang selalu terjadi dalam agenda politik pemilu dan Pilkada. Menurutnya perlu ada standar baku yang mengatur ini agar tidak ada standar ganda karena istilah pra-kampanye tidak dikenal dalam perundang-undangan.

Salah satu peserta diskusi Amru Lubis, misalnya justru menilai baliho dan spanduk menyemarakkan pentas Pilkada. Aturan yang mengatur kalau alat peraga kampanye calon (APK) paslon diadakan oleh KPU justru menurutnya kontraproduktif terhadap upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemilihan.

"Contohnya Medan di Pilkada 2015. Minimnya baliho paslon juga menjadi faktor berpengaruh terhadap rendahnya partisipasi di hari pemilihan karena banyak masyarakat yang tidak tahu karena kurang semarak akibat APK dicetak KPU," terangnya. Ketentuan pengadaan APK oleh KPU telah dipraktikkan pertama kali pada 2015.

Peserta lain justru menilai, banyaknya APK belum terbukti mendorong partisipasi lebih luas. Justru partisipasi luas masyarakat muncul ketika adanya konflik.

"Pilkada Jakarta sudah membuktikannya dengan tingginya partisipasi masyarakat akibat bumbu konflik di Pilkada Jakarta," imbuh Rido.