LHOKSUKON - Para kader partai Demokrat di bawah DPD Aceh memilih mengundurkan diri karena menilai manajemen dalam partai itu tidak dijalankan sesuai Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) atau bobrok. A Jalil Arsadi, selaku Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Demokrat Aceh Utara kepada GoAceh mengatakan, manajemen partai itu di bawah pimpinan Ketua Umun DPD Aceh, Nova Iriansyah kerap melanggar aturan yang telah disepakati dalam AD/ART.

"Pada muscab (musyawarah cabang) di provinsi baru-baru ini yang diikuti 12 kabupaten kota, saya melihat itu tidak sesuai dengan AD/ART. Karena, pergantian 14 ketua DPAC bukan dari kader Demokrat. Sementara yang 14 itu notabenenya adalah masih legalitas. Pergantian ketua DPAC itu tidak ada musyawarah," kata A Jalil Arsadi di Lhokseumawe, Sabtu (22/4/2017).

Padahal, kata A Jalil Arsadi lagi, dalam aturan AD/ART, setiap pergantian ketua harus dilakukan melalui musyawarah bersama. Hal itu menurutnya jelas-jelas telah melanggar aturan AD/ART.

"Kemudian satu lagi, pada pileg 2009 lalu, Tantawi pernah dipecat oleh Demokrat karena kasus penggelembungan suara. Padahal, dalam AD/ART Demokrat, apabila seseorang kader telah dipecat kemudian kembali lagi ke Demokrat harus melalui keterangan pemulihan nama baik dari kongres. Tapi dia (Tantawi) tidak pernah pegang surat itu dari kongres. Tiba-tiba kok jadi lagi anggota dewan," ujarnya.

Saking kecewanya terhadap Demokrat, A Jalil Arsadi menyebut asal berdirinya DPC partai itu di Aceh Utara saat kondisi Aceh diterjang peluru karena konflik.

"Nah, apakah partai Demokrat itu partai kaki lima? Kalau partai kaki lima emang begitu cara berbuat, tidak tahu undang-undang. Padahal Demokrat ini sudah memegang kekuasaan 10 tahun. Itu akibat ulah Ketua DPD Demokrat Aceh Nova Iriansyah. Itu bukan ketua DPD, tapi ketua DPD Kelompok Demokrat Aceh," sebut A Jalil.

A Jalil Arsadi bersama kader Demokrat lainnya mengaku akan segera mengundurkan diri jika manajemen partai belum berubah seperti perjanjian semula. "Saya bakal mundur, tetapi belum bisa saya kasih sinyal ke partai mana saya bergabung selanjutnya," ucap A Jalil.

Hal yang senada juga disampaikan Rajuddin, mantan anggota DPRK Aceh Utara periode 2009-2014 dari partai Demokrat. Rajuddin juga mengakui bobroknya manajemen partai Demokrat. Sehingga pada Januari 2017 lalu, ia memilih mengundurkan diri dari partai berbendera bintang segitiga tersebut.

Rajuddin mengaku memilih mengundurkan diri dari Demokrat bukan karena partainya. Rajuddin juga mengaku sangat menghargai partai Demokrat yang didirikan oleh SBY dengan tujuan yang baik dan mengerti tentang organisasi sistematis politik.

"Cuma yang menjadi masalah sekarang oknum. Oknum di DPD Demokrat Provinsi. Pascapemilihan 2009 dan 2014, banyak sekali trik intrik yang dilakukan. Sehingga Demokrat ini kalau kita bilang bukan lagi DPD. Kita tambah satu kalimat lagi, DPD Kelompok Demokrat Aceh," ucap Rajuddin.

Agar nama partai itu terselamatkan, Rajuddin berharap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku ketua umum Demokrat segera membentuk tim investigai yang independen.

"Saya berharap SBY segera membentuk tim investigai yang independen. Karena saya sayangkan teman-teman saya yang masih loyal dalam Demokrat jangan sampai menjadi korban," kata Rajuddin didampingi sejumlah kader Demokrat lainnya.

Hingga berita ini dipublikasi, GoAceh belum berhasil mendapat keterangan dari Ketua DPD Demokrat Aceh, Nova Iriansyah. Nomor handphone miliknya telah dihubungi beberapa kali, begitu juga pesan singkat yang telah dikirim hingga saat ini belum mendapat balasan.