MEDAN - Masyarakat kota Medan mengeluhkan semakin sulitnya mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium di beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di kota ini.
Seperti yang dikeluhkan Fatimah (38) warga Medan Perjuangan, yang mengaku kesulitan untuk mendapatkan premium hingga akhirnya beralih ke pertalite. 
 
"Memang kosong. Ada tiga SPBU di Jalan Printis Kemerdekaan sampai ke Jalan M Yamin, tapi semua kosong. Terpaksalah beli yang pertalite," kata Fatimah, Kamis (12/1/2017).
 
Disisi lain Sekretaris Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Sumatera Utara, Padian Adi mengatakan, di daerah Sumut khususnya kota Medan, BBM jenis premium mulai langka. Bahkan kelangkaan ini terjadi di semua SPBU di Kota Medan-Binjai. 
 
"Dari hari Rabu kemarin, pengendara yang ingin mengisi Premium terpaksa beralih ke Pertalite dan Pertamax. Premium langka disinyalir karena tidak didistribusikannya dari depot BBM di Belawan dan depot lain di Sumatera Utara. Kelangkaan Premium juga terjadi di SPBU COCO milik Pertamina yang notabene SPBU yang dipastikan stoknya tetap tersedia meskipun seluruh SPBU lain mengalami kelangkaan BBM," jelasnya.
 
Kelangkaan ini, sebut Padian, diketahui dari pernyataan pihak SPBU COCO Putri Hijau yang mengatakan premium langka diakibatkan tidak didistribusikan lagi premium ke SPBU dan akan dihapuskan. Informasi premium langka dan akan dihapuskan tentu mengagetkan masyarakat karena sebelumnya tidak ada pemberitahuan secara langsung baik dari prmerintah maupun Pertamina.
 
"Idealnya Pertamina harus menjelaskan kepada masyarakat, mengapa terjadi kelangkaan premium di Medan-Binjai? Jangan sampai masyarakat menduga-duga sehingga muncul informasi yang simpang siur," bebernya.
 
Selain itu, dirinya meminta agar pertamina jangan membuat kegaduhan dengan tidak memberikan informasi yang jelas mengenai kelangkaan premium. Sesungguhnya penyebab premium langka harus disampaikan secara jelas, apakah karena BBM non-subsidi naik kemudian pengendara beralih ke premium sehingga jadi langka atau ada kebijakan lain yang memaksa pengendara harus beralih ke BBM non-subsidi.
 
"Kelangkaan premium yang terjadi di SPBU, Pertamina tidak boleh lempar tanggung jawab dan mencari kambing hitam. Pertamina memiliki kecenderungan selalu mengalihkan tanggung jawab kepada pemerintah, apabila timbul permasalahan yang berkaitan dengan kebijakan yang tidak populer. Mulai pencabutan subsidi BBM, kenaikan harga, mengurangi pompa premium hingga lahirnya produk pertalite, Pertamina selalu menyatakan kebijakan itu adalah keinginan pemerintah dan Pertamina hanya menjalankan saja sebagai operator," ungkapnya.
 
Dengan kondisi ini, dirinya menilai masyarakat juga yang akan dikorbankan dan dirugikan dengan kondisi premium langka. Idealnya, kelangkaan BBM subsidi tidak boleh terjadi diakibatkan naiknya harga BBM non-subsisi. Pemerintah bersama Pertamina harus hadir menjamin ketersediaan premium walaupun kurs dan harga minyak dunia naik.
 
Sementara itu, pengamat ekonomi, M.Ishak mengatakan, kelangkaan ini tidak bisa disalahkan satu pihak saja. Sebab, premium adalah BBM yang disubsidi pemerintah, jadi pemerintah dan Pertamina harus saling koordinasi.
 
"Pertamina adalah perusahaan milik negara, di satu pihak mereka masih rugi, di satu pihak pemerintah memaksa harus dapat laba, sementara dengan adanya subsidi dari premium, masyarakat menengah ke bawah lebih memilih premium," timpalnya.
 
Sehingga, kata Ishak, pemerintah dan Pertamina harus sama sama mencoba mencari solusi yang lebih mengarah pro rakyat kecil. "Premium itu untuk rakyat kecil, harus ada aturan yang jelas agar sempat ada kelangkaan, namun harus bijaksana bagaimana agar yang membeli premium memang benar benar adalah masyarakat kecil," pungkasnya.