PADANG LAWAS - Sejak 17 tahun mengabdi sebagai guru honorer, Purba Rambe tak pernah membayangkan bisa menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). “Terus terang, saya tak menduga akan jadi guru PNS," ungkap Purba Rambe, guru SMKN 1 Barumun, kepada GoSumut, Kamis (24/11/2016).

Menurut pria berusia 48 tahun itu, seandainya tidak ada kebijakan pengangkatan guru honorer kategori II pada dua tahun yang lalu, dirinya tidak akan mungkin bisa menyandang status PNS. Apalagi, usianya saat itu sudah tidak muda lagi.

Kendatipun demikian, status yang disandangnya itu, ternyata hanya bagian dari perjalanan hidup. Ia sendiri tidak bermimpi jadi PNS saat belasan tahun menjadi tenaga honor. 

Dirinya menceritakan, sejak tahun 1997, Purba Rambe sudah berprofesi menjadi seorang guru yang dimulai dari mengajar di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Mukhlisin Sibuhuan.

Di luar jam mengajar di Al Mukhlisin, Purba Rambe juga mengajar di SMA Negeri 1 Sosa dengan status sebagai guru honorer. Bahkan, di hari berbeda, ia juga mengajar di SMKN 1 Barumun.

Di tiga tempat mengajar itu, belasan tahun sudah dilakoninya. Bahkan, dengan jarak tempuh yang tidak dekat dari tempat tinggalnya di Sibuhuan ke Kecamatan Sosa. 

"Memang, kalau tidak panggilan jiwa, mungkin tak sanggup saya bertahan," ungkapnya sembari mengatakan gaji yang diperolehnya waktu itu saat honor di SMAN 1 hanya Rp 200 ribu per bulan untuk tiga hari mengajar dalam seminggu. 

Namun, di balik semua itu, Purba Rambe merasakan ada keberkahan tersendiri dari keikhlasannya mengajar tersebut. Buktinya, dengan hanya gaji yang pas-pasan, ia tetap bisa menyekolahkan anak-anaknya. 

"Sebelumnya, gaji saya besar di koperasi. Saya kerja di koperasi sebelumnya, bahkan pernah jadi koordinator. Nah, itulah hikmahnya jadi guru. Karena pekerjaan guru itu mulia, keberkahan pun didapatkan," ungkapnya.

Meski dengan penghasilan pas-pasan sewaktu jadi guru honor, ia merasa berkah itu ada. Beruntung, ia didampingi seorang istri, Laila Wardani, yang juga berstatus PNS dan juga guru. "Intinya kita ikhlas saja. Kalau rezeki itu sudah diatur," tambahnya. 

Menjadi seorang guru, katanya, juga penuh suka dan duka. Apalagi bisa melihat anak didik yang berhasil, tentu itu menjadi bagian dari rasa senang seorang guru. Purba juga mengaku senang, saat ini sudah banyak anak didiknya yang telah berhasil. Ada yang menjadi guru, TNI dan juga profesi lain. 

Begitupun juga kesedihan. Hal ini juga tak jarang dialaminya sebagai seorang guru. Bahkan dianggap rendah dan juga diintimidasi lewat ungkapan orangtua siswa, pernah dialaminya. "Sedih saya, kalau misalkan ada orangtua yang ngomong seperti ini 'saya saja tak pernah memukul anak saya," ungkap Purba menirukan.

Sebagai seorang guru, suka-duka seperti itu, menurutnya, menjadi bumbu yang menambah nikmatnya pekerjaan. "Mana ada guru yang mau anak didiknya gagal. Mana ada guru yang mau menyiksa anak muridnya. Tidak akan ada. Tapi, karena anaknya bandel atau melakukan kesalahan, itu kan diberikan untuk memperbaiki anak itu," ungkap Purba Menutup.