MEDAN - Sekretaris Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Padian Adi, Jumat (28/10/2016), menyampaikan hingga akhir Oktober listrik tetap 'mengulah'. Bahkan kawasan padam itu berada di area pelanggan rumah tangga, industri dan pendidikan.

“Hal ini terbukti dari laporan warga. Listrik padam masih mendera segenap wilayah Medan dan sekitarnya. Durasi listrik padam bervariasi, ada berkisar tiga hingga empat jam bahkan di beberapa daerah hingga mencapai enam jam,” kata Padian Adi.

Momentum Hari Listrik Nasional yang diperingati setiap tanggal 27 Oktober, kata Padian, tidak berkesan bagi warga Sumatera Utara. Hari Listrik Nasional diperingati setiap tahun tetapi kondisi listrik di Sumatera Utara masih memprihatinkan. Pemadaman bergilir sepanjang satu dekade terakhir belum kunjung teratasi bahkan makin memprihatinkan.

“Program pemerintah untuk membangun pembangkit baru sebesar 35.000MW sepertinya belum terealisasi ke Sumatera Utara untuk mengatasi krisis listrik yang sudah meneror mental masyarakat,” tegasnya.

Tidak adanya political will Gubsu untuk mendesak PLN menjalankan tanggung jawab sosial memenuhi kebutuhan energi listrik di Sumatera Utara, masih belum terbukti. Sikap Gubsu yang acuh tak acuh membuat PLN semakin merajalela melakukan pemadaman sporadis tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Pemadaman yang terjadi seringkali mencederai rasa tentram masyarakat seperti hari besar keagamaan, proses belajar mengajar, perkantoran dan yang lainnya.

“Untuk kesekian kalinya petinggi PLN di regional Sumut ‘membohongi’ warga Sumatera Utara. Betapa tidak, melalui media massa Petinggi PLN berjanji tidak bakal ada lagi pemadaman bergilir. Janji petinggi PLN pada Maret 2016 merupakan batas terakhir listrik ‘byarpet’ secara bergilir,” pungkasnya.

Masalah yang kemudian muncul adalah realisasi kalau listrik tidak bakal byarpet lagi cuma isapan jempol belaka. Bahkan klaim aman dan tidak ada defisit untuk pelanggan umum, cuma sekadar aksesoris publikasi media.

“Betapa tidak, meski pelanggan sudah bosan dengan janji, masih ada secuil harapan dari petinggi PLN. Klaim dan janji itu merupakan dokumen hukum dan sosial yang harus dipertanggungjawabkan,” tandasnya.

Padian Adi menambahkan entah kecap apalagi yang mau dijual petinggi PLN. Defisit energi atau mental buruk? Kalau sudah mental buruk, sulit diperbaiki. Sebab sudah karatan. Lalu, belajar dari pola penanganan krisis listrik selama sepuluh tahun belakangan, tampaknya masalah bakal makin rumit.

“Soalnya petinggi PLN telah jenuh dan tak mampu lagi mengatasi krisis listrik. Maka itu, pilihan yang ada cuma regenerasi petinggi PLN atau sabar menunggu selesainya pembangunan pembangkit baru. Percuma menunggu janji, toh yang ada tak lebih dari sekadar kebohongan belaka,” tuturnya.