MEDAN - Menyahuti krusialnya keuangan PT Perkebunan Sumatera Utara (PSU) sehingga mengakibatkan gaji karyawan tak terbayar dan berlanjut, untuk kesekian kalinya karyawan melakukan aksi protes di kantor Gubernur Sumut. Menjadi perhatian serius juga jadi bahan kritikan keras dua tokoh di Medan Sumatera Utara. Dua tokoh tersebut yakni tokoh politik dan tokoh akademesi. 
 
Merekapun angkat bicara mendorong Pj Gubsu Hassanudin agar berupaya mencarikan solusi atas masalah ini.
 
Kritikan anggota DPRD Sumut, Komisi C, Zeira Salim Ritonga, memberikan kritik keras terhadap kondisi ini. Dengan lugas Zeira minta perlunya investigasi khusus terkait manajemen PT PSU. Dimana kondisi keuangan ditubuh perusahaan plat merah tersebut kenapa bisa merugi. Alangkah anehnya lahan kebun sawit seluas ratusan ribu hektar bisa "kolaps". 
 
 "Saya kira perlu investigasi khusus terkait bobrok nya menejemn PT PSU sehingga membuat gaji karyawan tertunda," ujarnya, di Medan, Jumat (15/3/24). 
 
Perlu diketahui, orang yang tak bersekolah aja bisa berkebun sawit. "Bidangnya hanya seluas 3-5 hektar saja kebun sawit seorang warga mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
 
"Kok luas ratusan ribu hektar terus merugi," kritiknya.
 
Selain itu Zeira menyesalkan perusahaan PSU terdampak dari korupsi di masa lalu, sehingga memiliki utang sebesar Rp 200 miliar di bank. Perusahaan kini berjuang untuk membayar cicilan utang sebesar Rp 1,3 miliar setiap bulan.
 
Zeira Salim Ritonga juga menegaskan, Pemprov Sumut sebagai pemegang saham harus bertanggung jawab untuk mengambil langkah penyelamatan. 
 
"Tidak ada alasan bagi perusahaan ini untuk mengalami kerugian, terutama karena harga sawit masih stabil," imbuhnya. 
 
Zeira juga menyayangkan, hingga saat ini direksi PT PSU tidak pernah berkomunikasi dengan DPRD Sumut terkait kondisi perusahaan.
 
Ia menekankan pentingnya transparansi dan kolaborasi antara pihak perusahaan dan pemerintah daerah untuk menyelesaikan masalah ini.
 
"Dengan kondisi yang terus memburuk, harapannya adalah agar langkah-langkah konkret segera diambil untuk mengatasi masalah di PT PSU dan memastikan bahwa hak-hak karyawan dilindungi dengan baik," pungkasnya.
 
Sementara pemerhati sosial Sumut Dr Ismed Batubara turut menyoroti ihwal informasi pembelian aset berupa tanah milik PT. PSU yang disampaikan pekerja kepada media. Tanah yang berada di Kabupaten Batu Bara itu dibeli oleh investor untuk pembangunan jalan tol Trans Sumatera.
 
"Kabarnya lagi Rp10 M atau Rp50 M gitu nilai ganti ruginya, masak untuk membayarkan semua gaji pekerjanya PT. PSU gak mampu. 
 
"Ya manfaatkan aja maunya uang dari situ", kan bisa. Tapi mungkin karena gak punya kemauan, makanya pemprov dan PT. PSU banyak berdalih sana sini," katanya. 
 
Mengikuti informasi yang diperoleh wartawan, atas pembelian tanah atau ganti rugi tersebut, pihak Kejaksaan Tinggi Sumut tengah memonitor para pejabat tinggi Pemprovsu hingga jajaran direksi dan komisaris PT. PSU. 
 
"Cocok itu. Kita sebagai rakyat mendukung dan mendorong supaya Kejatisu mengusut bila benar ada terjadi pelanggaran hukum atas pembelian tanah tersebut. 
 
Bila perlu disikat habis semua yang terlibat sehingga membuat kolaps keuangan PT. PSU sampai membiarkan para pekerjanya kelaparan berbulan-bulan," pungkas dosen yang mengampu di salah satu universitas swasta di Kota Medan ini.