MEDAN - Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumatera Utara menggelar High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan Tim percepatan perluasan digitalisasi, baru-baru ini. Kegiatan ini sebagai upaya mencari solusi ketersediaan bahan pangan yang cukup di tengah daya beli masyarakat yang meningkat menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN), bulan puasa Ramadan dan Idulfitri tahun 2024.
 
"Jadi perlu tersedianya pasokan pangan, distribusi yang merata dan harganya yang stabil," kata Kepala Perwakilan BI Sumut, IGP Wira Kusuma dalam siaran persnya di lansir Minggu (10/3/2024). 
 
Wira menjelaskan, hal ini sesuai dengan tema HLM TPID tahun 2024, yakni mendorong penguatan pasokan dan efisiensi rantai pasok dalam rangka menghadapi HKBN Ramadan dan Idulfitri 2024 serta akselerasi perluasan dan percepatan digitalisasi transaksi pemerintah daerah.
 
Wira mengungkapkan beberapa langkah pengendalian inflasi membuat inflasi pada Pebruari 2024 sebesar 2,50 persen yoy, cenderung turun dibanding posisi sama tahun 2023 sebesar 2,75 persen. Sedangkan ytd pada Pebruari 2024 sebesar 0,41 persen dan nasional 0,37 persen. Inflasi secara tahunan 2,5 persen, lebih rendah dibanding nasional.2,7 persen.
 
Pada Pebruari 2024, sebut Wira, inflasi di Papua tertinggi mencapai 4,51 persen, terendah di Bangka Belitung 1,84 persen, sedangkan di Sumatera 3,65 persen.
 
Wira menjelaskan penyumbang inflasi selalu di sektor pangan. Tahun 2023, penyumbang inflasi beras dan cabai merah.
 
"Level harga seperti beras, cabai merah dan daging ayam, secara historis termasuk komoditas terbesar dalam memicu inflasi," kata Wira dalam pertemuan yang digar di ruang Raja Inal kantor Gubernur Sumut tersebut.
 
Menurutnya, beras secara nasional memang mengalami kenaikan harga. Padahal secara dilihat distribusinya sudah cukup banyak. Namun inilah yang terjadi saat elnino kemarin
 
"Bulan April nanti diperkirakan panen meningkat sehingga tekanan inflasi dalam distribusi beras diperkirakan berkurang," ujarnya.
 
Sedangkan untuk cabai merah produksinya mencapai 153.000 ton, bahkan surplus dan menjadi pemasok ke provinsi lain.
 
"Bawang merah, kebanyakan memang defisit. Hanya Sumbar yang tidak defisit dan kita perlu mencari tahu kenapa Sumbar surplus untuk bawang merah," ujarnya.
 
Wira menyebut Sumut produksi daging ayam terbesar. "Jadi tantangan utama produksi dan distribusi," ucapnya.
 
Wira menambahkan solusi TPID yang pertama yakni keterjangkauan harga - mengoptimalkan anggaran Pemda, memanfaatkan fasilitas distribusi pangan.
 
Kedua, ketersediaan pasokan. Ketiga, kelancaran distribusi antara lain memberikan subsidi ongkos angkut. Keempat, komunikasi efektif - penguatan capacity building
 
Sementara itu, Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD) - mendukung continous improvement sejalan dengan optimalisasi potensi pendapatan dan belanja daerah.
 
"Saat ini 34 Pemda di Sumut sudah capai digital dengan transaksi non tunai 100 persen," kata Wira.
 
Lesson Learned Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) Wilayah Sumut 2023 menjadi ruang perbaikan didukung dengan strategi penguatan benchmarking TP2DD wilayah lainnya
Dukung beri insentif kepada pembayaran pajak.
 
Pj Gubsu Hassanudin dalam arahannya mengatakan Ramadan dan Idulfitri merupakan momen penting dalam perekonomian. Selama ini produk penyumbang inflasi yakni telur ayam, beras dan daging sapi. 
 
"Pada Pebruari 2024, penyumbang terbesar masih beras," ujarnya.
 
Padahal, kata Pj Gubsu, produksi beras, daging ayam, telur ayam di Sumut surplus. Di mana produksi beras Pebruari 2024 sebanyak 28.699 ton.
 
Jadi menurut Pj Gubsu, permasalahannya saat ini bukan pasokan pangan, namun rantai pasokannya yang perlu dicari solusinya apa.
 
"Tantangannya niaga atau rantai pasok perdagangan komoditas. Keseimbangan perdagangan antar provinsi dengan pemenuhan prioritas kebutuhan dalam provinsi," tuturnya.
 
Beberapa komoditas Sumut seperti ayam dan telur ayam, banyak diperdagangkan di luar Sumut karena adanya diskriminasi harga yang signifikan dan menguntungkan pedagang antar provinsi.
 
Pj Gubsu menilai rantai pasok dan alur distribusi beberapa komoditas di Sumut sangat panjang sehingga harga pada konsumen menjadi mahal.
 
Ia menggambarkan saat ini ada lima rantau pasok yakni petani/peternak lanjut ke pengepul, terus ke supplier, pedagang beras dan terakhir baru ke pedagang eceran.
 
Untuk itu, Pj Gubsu minta optimalkan program kerja sama antar daerah (KAD) di dalam provinsi sehingga daerah yang surplus dapat mensuplai daerah-daerah yang defisit. 
 
"Hasil evaluasi penyebabnya belum optimalisasi KAD," kata Pj Gubsu seraya menyebut BUMD Pangan juga belum kuat.
 
Ia menegaskan, crash programme untuk memastikan ketersediaan dan keterjangkauan harga pada Ramadan dan IdulFitri 2024.
 
Terkait harga pangan yang masih mahal seperti beras, Pj Gubsu minta perlu adanya sinergi kabupaten/kota, Bulog, produsen dan distribusi pangan antara lain melalui pasar murah.
 
Selain itu, Pj Gubsu juga minta fasilitasi masyarakat dalam transportasi mudik Idulfitri 2024.
 
Terkait akselerasi digital, Pj Gubsu tersebut mendorong digitalisasi di Pemprovsu dan juga dorong transaksi menggunakan QRIS.
 
Untuk menjaga inflasi Sumut 2024, khususnya di April 2024, saat momen lebaran. Jadi tepat waktu dan sasaran. 
 
"Bijak dalam belanja saat bulan Ramadan agar tidak terjadi pembelian melebihi batas dan memicu terjadinya inflasi spiral. Mari kita jaga agar inflasi terkendali," ajaknya. 
 
Turut hadir dalam HLM TPID tersebut, Kapolda Sumut Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi, Kasdam I/BB Brigjen TNI Refrizal, 
Sekda Provsu Arief Sudarto Trinugroho, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumut IGP Wira Kusuma, Kepala Perum Bulog Kanwil Sumut Arif Mandu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut Nurul Hasanudin, 18 Kepala Daerah tingkat II di Sumut, Kepala Biro Perekonomian Provsu Poppy Marulita Hutagalung dan instansi terkait lainnya.