TAPTENG - Kasus pencabulan/sodomi anak yang terjadi di Tapteng, Sumatera Utara semakin memilukan terhadap orang tua korban, kini pihak kepolisian Polres Tapteng masih memburu pelaku. Korban kasus sodomi itu ternyata ada sebanyak 35 orang anak, hal itu setelah dikonfirmasi pihak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten Tapteng ke masing masing tempat domisili korban tersebut.

Sejauh ini Polres Tapteng telah mengeluarkan laporan daftar pencarian orang (DPO) pada tanggal 24 November 2023 lalu.

Kepala Dinas PPPA Kabupaten Tapanuli Tengah, Rahmadiah Hanum mengatakan, ada sebanyak 35 anak korban sodomi yang sudah dikantongi identitasnya.

"Setelah kita beberapa kali turun ke lokasi untuk mencari data korban, siapa tahu masih ada yang melaporkan anak mereka sebagai korban cabul tersebut," katanya.

"Dari 31 anak yang kita dapatkan datanya dari aparatur desa, ternyata ada penambahan 4 nama anak lagi. Tentu ada perubahan dari 31 menjadi 35 anak mulai dari usia 10 sampai dengan 14 tahun yang memang kita dampingi dalam pemenuhan haknya sebagai anak," ucapnya, Senin (4/12/2023).

Masih kata Hanum, sejauh ini Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah lewat Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPPA) telah melakukan pendampingan kasus ini. Termasuk saat para korban ini dibawa ke rumah sakit untuk di lakukan Visum.

"Pj. Bupati sudah memberi perintah ke kita untuk menangani kasus ini secara serius dan saat ini tela dilakukan koordinasi dengan semua pihak, termasuk kita sudah surati Provinsi dan mereka yang akan menangani kasus ini. Namun tetap kita dampingi," jelasnya.

"Dan 35 nama anak tersebut sudah menjadi prioritas PPPA dan saat ini juga sudah kita sampaikan ke Dinas Perlindungan Anak dan Perempuan ke Keluarga Berencana Provinsi Sumatera Utara," urainya.

Untuk kendala dinas PPPA sendiri masih ada, karena kecemasan dari masyarakat, karena kasus itu di anggap aib yang harus ditutupi.

Namun kata Hanum, tugas PPPA menjelaskan, tentang hak anak mereka untuk mendapatkan terapi trauma healing dan itu adalah fasilitas yang diberikan Negara.

"Jangan takut Bapak/Ibu untuk berkordinasi dengan PPPA. Kita peduli kepada anak dan tidak ingin efeknya buruk dikemudian hari. Boleh jadi anak dari korban kekerasan seksual seperti ini nantinya akan menjadi pelaku bahkan menjadi predator anak, jika problem dari anak ini tidak tuntas penanganan psikologisnya," ungkapnya.

Kadis PPPA juga sampaikan penanganan kasus ini sudah diupayakan, namun mengingat anggaran untuk penanganan kasus ini tidak memadai sehingga Pemerintah Provinsi maupun pusat akan terlibat dalam pemulihan psikologis korban.

"Saya menghimbau kepada seluruh masyarakat supaya bersama menjaga anak-anak kita. PPPA akan selalu hadir dalam setiap pelaporan kasus terhadap anak dan memberikan pendampingan hukum," timpalnya.