ASAHAN - Pihak Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kisaran menyebutkan bahwa PT Bank Negara Indonesia (BNI) Medan tidak menjelaskan secara rinci objek fidusia yang dilelang pada pelelangan 13 aset berupa hak tanggungan yang  berada di Desa Kampung Pajak, Kecamatan NA IX-C, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara tepatnya di Jalinsum Rantau Prapat - Aek Kanopan.

Hal ini diungkapkan langsung oleh Kepala KPKNL Kisaran, Agus Budiantara melalui Garry Fischer selaku Kepala Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Kisaran saat ditemui GoSumut, Selasa (10/10/2023).

Dalam berita sebelumnya disebutkan Tan Andyono dari PT Prima Jaya Lestari Utama (PT PJLU) pada pertengahan 2018 mendapatkan pinjaman dari BNI Medan sebesar Rp54 miliar. Andyono mengagunkan 13 bidang tanah sehamparan berikut bangunan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PPKS) yang kemudian menjadi hak tanggungan beserta mesin produksi dan alat berat sebagai objek fidusia. Total nilai agunan atau jaminan hutang itu adalah Rp97 miliar.

Namun saat PT PJLU menghadapi masalah keuangan sehingga menjadi debitur kredit macet, BNI melelang 13 aset hak tanggungan tersebut dengan harga limit cuma Rp40 miliar melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kisaran, tetapi tidak diketahui keberadaan jaminan berupa objek fidusia. Soalnya, pada pengumuman lelang 10 Mei 2022 yang berupa selebaran ditempel dan pengumuman lelang melalui surat kabar Metro Asahan pada 25 Mei 2022, disebutkan bahwa yang dilelang cuma 13 aset hak tanggungan. Padahal mesin produksi dan alat berat itu saja menurut Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) independen nilainya Rp60 miliar, sehingga BNI diduga melakukan penggelapan terhadap jaminan objek fidusia debitur PT PJLU.

Ada pun proses lelang, menurut Garry, sudah selesai dilakukan sejak tahun 2022 lalu  yang dimenangkan oleh PT. Lingga Tiga Sawit, Rabu 8 Juni 2022. "Untuk detailnya ke BNI saja, karena mereka yang mengetahui. Kami hanya menyediakan pelelangan," kata Garry.

Diungkapkan, bahwa proses pelelangan sudah sampai tiga kali dilakukan. Yang pertama dan yang kedua Tidak Ada Peminat (TAP).

Dijelaskannya, bahwa objek yang dilelang merupakan barang yang tidak bergerak berupa 13 bidang tanah bersisian atau bersampingan atau sehamparan berikut bangunan Pabrik PKS diatasnya yang dijual satu paket. Sesuai perjanjian paket nomor 19/20/MDM/PK-KI/2018 tanggal 25 Mei 2018. Dari 13 aset itu tercatat tiga diantaranya adalah SHGB dan 10 lagi adalah SHM.

Kemudian, perjanjian penyelesaian hutang nomor 63/MDM/PPH/2020 tanggal 22 Desember 2020 dan nomor 64.

Lebih lanjut Garry mengungkapkan, bahwa pelelangan pertama TAP atau tidak ada peminat yang dilakukan pada Rabu (30/3/202) oleh pejabat penjual bernama Fernando Munte, hasil pengumuman selebaran tempel pada 1 Maret 2022 dengan nilai Rp60.807.000.000.

Kemudian, pengumuman kedua dilakukan di Metro Asahan pada 16 Maret 2022, lelang kedua ini juga tidak ada peminat (TAP) yang dilakukan pada Senin 25 April 2022, pejabat penjual atas nama Fernando Munte, dengan nilai sebesar Rp42 miliar.

Kemudian yang ketiga, proses pelelang berhasil laku dengan penawaran Rp40 miliar yang dimenangkan oleh Suwanto atas nama PT. Lingga Tiga Sawit pada Rabu 8 Juni 2022.

"Untuk selebihnya tentang item apa saja yang ada di dalamnya, bisa ditanyakan langsung kepada pihak BNI. Karena mereka (BNI, red) tidak ada menjelaskan secara rinci objek fidusia yang dilelang. Kami juga sudah melakukan jawaban klarifikasi secara tertulis dengan pihak debitur," pungkasnya mengakhiri.

Sementara, Fernando dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Remedial & Recovery Wilayah 01 Medan saat dikonfirmasi menolak memberi keterangan dengan alasan harus berkoordinasi dulu dengan pihak kuasa hukum pihaknya."Saya tidak bisa memberi konfirmasi atau keterangan apa pun, harus koordinasi dulu dengan pihak legal, mengingat ini masalah antar instansi," katanya.

Demikian pula sewaktu ditanya perihal mesin produksi berikut alat berat sebagai jaminan fidusia, Fernando menolak memberi jawaban. "Saya koordinasi dulu ke legal, nanti saya hubungi abang," katanya lagi.*