MEDAN - Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) bersama pihak terkait (stakeholder) sepakat menggolkan ditetapkannya Hari Pantun pada 17 Desember. Hal tersebut terungkap dalam koordinasi nasional jelang 17 Desember HUT ke 3 Pantun sebagai warisan tak benda (WBTB) dan koordinasi usulan Hari Pantun Nasional, Minggu (8/10/2023) yang dilaksanakan secara daring melalui zoom meeting.

Ketua Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Pusat Dr Pudentia, MPSS, M.Hum, menyampaikan, pertemuan ini menjadi sebuah harapan yang sangat tinggi bahwa pada akhirnya kita berhasil untuk menggolkan bahwa tanggal 17 Desember itu ditetapkan sebagai hari pantun.

Puden sedikit bercerita, sejak ditetapkan UNESCO bahwa pantun sebagai warisan tak benda, Indonesia setiap 5 tahun itu harus bisa menjaga daripada penetapan ini.

"Jadi akan perlu dilaporkan gitu ya, ada laporan bahwa daerah-daerah, provinsi yang memiliki pantun yang memang sudah ditetapkan, diharapkan memberikan laporan apa yang sudah dilakukan pada pantun itu," ujarnya.

Menurut dia, ada proses panjang yang perlu dilakukan di sini. Hanya saja yang paling utama adalah bahwa kita sudah melakukan beberapa beberapa usaha, salah satunya adalah pertemuan seperti malam ini dan mungkin akan dilanjutkan lagi dengan perhelatan tertentu mengenai pantun.

"Kemudian yang berikut adalah mengapa kita harus menetapkan (hari pentun) itu dan dalam berikutnya menyiapkan satu naskah akademik, seperti waktu itu kita menyiapkan naskah ini untuk pengusulan ke UNESCO, sekarang pun kita menyiapkan naskah yang jelas, yang bisa dipertanggungjawabkan. Artinya bisa dibaca dengan jelas mengapa kita perlu penetapan hari pantun itu. Artinya apakah memang signifikan tanggal 17 Desember itu kita usulkan menjadi hari pantun. Kalau tidak ada penetapan itu, lalu bagaimana? Nah kira-kira seperti itu yang perlu kita tuliskan, kita rumuskan di dalam naskah dan disertai dengan seperti tadi kegiatan-kegiatan yang mengikuti kegiatan hari ini," urainya.

Di tempat yang sama, Founder Klinik Pantun Nusantara, Prof Dr dr Umar Zein mengungkapkan, suatu tanggung jawab untuk mewarisi dan mewariskan pantun kepada generasi muda.

"Jadi adalah suatu tanggung jawab kita lah yang sudah menerima warisan untuk mewarisi dan mewariskan pantun itu dan bagaimana tata kelola yang harus kita buat di komunitas-komunitas. Saya melihat komunitas komunitas yang tertarik dengan pantun ini adalah komunitas swasta, komunitas bebas termasuk Klinik Pantun Nusantara. Tadi Prof Chairil menanyakan, saya kan kebetulan dokter medis, tapi saya membuka klinik pantun. Memang bunyinya main-main, tapi hasilnya serius," ujarnya.

Di samping itu, Umar Zein juga menerangkan, Klinik Pantun sudah melakukan berbagai kegiatan seperti workshop membuat pantun kepada siswa sekolah menengah yang menghasilkan 500 bait pantun pelajar dan dibuat menjadi sebuah buku.

"Dan kita sudah membuat pantun kearifan lokal (Kelok) bekerja sama dengan Balai Pantun Singapura, kemudian Universitas Islam Sumatera Utara melalui pusat studi sejarah dan kita juga buat seminar Asean pantun," jelasnya.

Tindak lanjut dari ini, pihaknya membukukan menjadi Pantun Kelok (Kearifan Lokal) yang berisi pantun mengenai kearifan lokal masing-masing daerah.

Dia pun menjelaskan pantun kearifan lokasl yang dimaksud sepertu pantun tentang kuliner.

"Kerupuk jangek itu ada pantunnya. Misalnya,

rakit menepi kuat berdendang/
orang senang sambil bertepuk/
kulit sapi dibuat gendang/
orang minang buat kerupuk

Itu salah satu contoh kearifan lokal," sambungnya.

Tak hanya itu, Klinik Pantun Nusantara juga membuat berbagai pelatihan untuk anak sekolah, dimulai anak sekolah dari Singapura dan dari beberapa daerah seperti di SMA Negeri 1 Barus. Kemudian kami membuat lomba-lomba di antara anak-anak sekolah dan yang dalam angan-angan kami mungkin ini nanti akan kami wujudkan dalam bentuk kampung pantun. Kampung Pantun ini kami mengusulkan anggaran ke Dana Indonesia," terangnya.

Sebagai warisan budaya tak benda sebagaimana ditetapkan UNESCO pada tahun 2020 silam, tentunya perlu diawasi apa kegiatan kita, bagaiaman cara kita menjaganya, bagaimana cara kita mengelolanya dan bagaimana kita menurunkan atau membuat kader-kader penutur pantun.

"Karena sekarang kita lihat penutur pantun ini umumnya orang-orang dewasa, bahkan orang-orang yang berusia lanjut. Jadi kita harus memikirkan bagaimana kita membentuk kader-kader penutur pantun di tingkat sekolah, mulai dari tingkat anak-anak sampai dengan tingkat dewasa dan mahasiswa. Jadi dengan adanya hari pantun nasional yang mungkin nanti bisa kita tetapkan, Insyaallah, maka titik tolak semua kegiatan bisa kita mulai dari pantun ini. Jadi kita mungkin bisa bekerja sama dengan tiap-tiap pemerintah dan sebagainya dan juga kita bisa bekerja sama dengan sekolah-sekolah," sambungnya.

Di Medan, Sumatera Utara sendiri, kata Umar, dengan kiprah Klinik Pantun Nusantara, ini beberapa sekolah sudah mulai mulai mencari dan meminta Klinik Pantun Nusantara untuk memberikan pengajaran-pengajaran di luar kurikulum, di luar kegiatan belajar biasa, untuk anak-anak muda.

"Dan ini saya pikir sudah respon dan inilah sebenarnya yang diharapkan dari UNESCO, bahwasannya pantun itu, kalau bisa memang ditumbuhkembangkan," tandasnya.

Koordinasi nasional ini dihadiri juga Ketua Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Kalbar Prof Dr H Chairil Effendy, Ketua ATL Riau Raja Yoserizal Zein, Dirut Balai Pustaka Dr Ir Achmad Fachroji, Akademisi Riau Rendra Setyadiharja S.Sos, M.IP, dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk wilayah Padang Musfeptial Musa M.Hum.