MEDAN - Budiman Nadapdap meminta Ketua DPD-PDI Perjuangan Sumatera Utara (Sumut), Rapidin Simbolon mundur sementara dari 'singgasana' ketua. Setelah itu, politisi senior PDI Perjuangan Sumut ini, meminta Rapidin Simbolon agar mengklarifikasi kasus dugaan korupsi yang menjeratnya semasa menjabat sebagai Bupati Kabupaten Samosir pada tahun 2020 lalu.

Apalagi, Budiman Nadapdap memandang praktik dugaan korupsi dana Covid-19 yang disebut melibatkan mantan Bupati Samosir, Rapidin Simbolon berdampak negatif terhadap partainya, terlebih pada pemilihan umum (pemilu) 2024 mendatang.

Karena itu, kata Budiman, Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut, Rapidin Simbolon dianggap perlu melakukan klarifikasi dan pentingnya dilakukan rapat kerja daerah (rakerda) atas rapat koordinasi daerah (rakorda).

Pendapat itu disampaikan politisi senior PDI Perjuangan Sumut, Budiman Nadapdap menjawab GoSumut menanggapi masalah dugaan korupsi yang disebut melibatkan Rapidin Simbolon.

"Jadi, saya sebagai senior partai meminta kepada seluruh DPC PDI Perjuangan di Sumatera Utara (Sumut) bersikaplah yang jernih. Jangan sampai suara partai ini tergerus," ujar Budiman Nadapdap lewat sambungan telepon, Minggu (10/9/2023).

Budiman Nadapdap yang merupakan Ketua Masyarakat Pendukung Ganjar (MPG) mengaku belum mengetahui duduk perkara sesungguhnya.

Karena itu, Budiman menyebut dirinya sebagai politikus, bukan orang hukum.

"Artinya kalau memang benar putusan Mahkamah Agung (MA) itu inkrah, Pak Rapidin Simbolon wajiblah melakukan klarifikasi sebagai pertanggungjawabannya pada partai dan ini terimbas partai. Padahal, sebenarnya tidak ada hubungannya dengan partai ini, waktu dia Bupati Samosir," sebut Budiman.

Kendati demikian, sambungnya, karena kepentingan partai, klarifikasi ataupun rakerda maupun rakorda secepatnya dipandang perlu dilakukan.

Disinggung soal penyelidikan dugaan korupsi dana Covid-19 tersebut, Budiman menilai itu kewenangan hukum.

Tapi, Budiman memahami putusan Mahkamah Agung adalah inkrah, dan wajib untuk dilaksanakan.

Selain itu, Budiman mengungkapkan, dirinya sempat mendengar pihak kejaksaan menyebut RS tidak menikmati dugaan korupsi tersebut.

"Kita juga mau mempertanyakan kepada Kejatisu, para meter apa yang dijadikan untuk menyatakan itu tidak menikmati, sementara belum pernah dilakukan penyelidikan," ungkapnya.

Sebagai orang hukum, tegas Budiman, seharusnya pihak Kejatisu paham putusan Mahkamah Agung itu tidak bisa ditafsir-tafsirkan.

"Itukan seharusnya dieksekusi," tegasnya.

Ditanya soal dampak suara pemilu terkait dengan dugaan korupsi itu, Budiman Nadapdap menyebutkan, sebagai forum senior, meminta masalah itu dibawa dalam rakorda.

"Misalnya dalam rakorda seperti apa dilakukan karena ini tergerus suara partai dan tergerus suara Ganjar. Maka seperti apa pendapat dari cabang-cabang partai (peserta rakorda)," sebut Budiman.

Selain itu, kata Budiman, desakannya agar Rapidin Simbolon mundur dari jabatan ketua DPD PDI Perjuangan Sumut tersebut juga disetujui oleh DPC-DPC di Sumut.

"Kalau menurut saya, seluruh DPC partai itu punya sikap yang jernih dan saya yakin mereka itu (DPC) akan meminta dan lebih baguslah mundur dari ketua DPD partai sambil menyelesaikan persoalan hukumnya dulu. Mesti sebaiknya diputus dulu," katanya.

Kata Budiman, Rapidin Simbolon mundur sementara adalah sikap untuk kebaikan perolehan suara.

"Artinya kan gini, kita kan cita-cita mulia dari DPP partai PDI Perjuangan menyatakan hetrik 2024, pilpres juga hetrik 2024. Ini agak berat ini di Sumatera Utara kita menyatakan hetrik," kata Budiman.

Kemudian, demi kepentingan partai, kata Budiman, DPC-DPC PDI Perjuangan, jangan takut.

"Kepada DPC partai jangan takut. Macam akulah hanya kepentingan partai. Kemudian, Kejatisu juga diminta untuk tegak lurus," pungkasnya.

Sebelumnya, kasus dugaan korupsi melibatkan Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut, Rapidin Simbolon ini terungkap berdasarkan vonis hakim Mahkamah Agung dalam perkara tindak pidana korupsi di tingkat kasasi dengan terdakwa Jabiat Sagala.

Dari salinan putusan nomor 439 K/Pid.Sus/2023, dalam pertimbangannya hakim menyebut Rapidin dinilai terbukti memanfaatkan dan menikmati dana COVID-19 untuk kepentingan pribadi.